Kasus Korupsi PDNS Rp 958 Miliar: Kominfo Janji Kooperatif

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) periode 2020-2024, dengan total anggaran mencapai Rp 958 miliar. Komdigi menyatakan akan sepenuhnya kooperatif dalam proses penyidikan ini.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menegaskan kesiapan Komdigi untuk memberikan bantuan yang diperlukan kepada Kejari Jakpus. “Pada prinsipnya kan kantor Kemkomdigi siap membantu apapun yang diperlukan, dokumen, dan lain-lain. Mungkin kita kerja sama dengan kejaksaan, silahkan saja, kami terbuka dan mengikuti proses hukum yang berlaku,” ujar Menkomdigi Meutya Hafid.

PDNS sendiri merupakan fasilitas penyimpanan data sementara dari pemerintah pusat, kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah. Data-data tersebut akan dialihkan ke Pusat Data Nasional (PDN) yang sedang dibangun oleh Komdigi. Pembangunan PDN dilakukan sesuai standar Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menjamin keamanan data.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, menjelaskan bahwa Komdigi terus berkoordinasi dengan BSSN untuk memastikan PDN memenuhi standar keamanan yang ditetapkan. “Dan, BSSN lagi bekerja dan kita terus berkoordinasi untuk menjamin PDN yang nantinya akan beroperasi, mungkin tidak lama lagi, itu sudah memenuhi semua standar-standar keamanan yang ditetapkan oleh BSSN,” kata Nezar.

Kronologi dan Dugaan Korupsi

Awalnya, PDN di Cikarang, Jawa Barat, direncanakan beroperasi pada Maret 2025, namun diundur hingga April 2025. Kejari Jakpus menduga adanya korupsi dalam proyek pengadaan barang dan jasa pengelolaan PDNS. Dugaan ini dikaitkan dengan serangan ransomware pada Juni 2024 yang mengakibatkan beberapa layanan tidak berfungsi dan tereksposnya data pribadi penduduk Indonesia.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari pengadaan PDNS pada tahun 2020 senilai Rp 958 miliar. Ada dugaan pengkondisian pemenang kontrak antara pejabat Kominfo dengan PT Aplikanusa Lintasarta (AL). “Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470,” jelas Bani.

Bani menambahkan, “Pada tahun 2020 sampai dengan 2024 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar, dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL.” Proses pengadaan yang diduga tidak transparan dan tidak melibatkan BSSN secara optimal, menjadi titik krusial dalam kasus ini.

Implikasi dan Langkah ke Depan

Kasus ini memiliki implikasi serius, tidak hanya dari sisi kerugian negara, tetapi juga dari sisi keamanan data nasional. Pentingnya peran BSSN dalam memastikan keamanan infrastruktur digital negara sangat ditekankan dalam kasus ini. Kejadian ini juga mempertanyakan proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan dan perlunya pengawasan yang lebih ketat.

Komitmen Komdigi untuk kooperatif dengan Kejari Jakpus merupakan langkah positif dalam mengungkap kebenaran dan memastikan akuntabilitas. Namun, proses hukum yang transparan dan adil sangat penting untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dalam pengelolaan proyek infrastruktur digital skala besar.

Investigasi menyeluruh dan tuntas sangat dibutuhkan untuk mengungkap seluruh jaringan dan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi ini. Selain itu, diperlukan juga evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengadaan barang dan jasa di pemerintahan untuk mencegah terjadinya korupsi serupa di masa mendatang.

Kejadian ini juga menyoroti pentingnya penguatan sistem keamanan siber nasional dan peningkatan kesadaran akan pentingnya perlindungan data pribadi. Semoga kasus ini dapat menjadi momentum untuk perbaikan sistem dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan akuntabel.

Pernyataan “Oh, iya dong, kita kooperatif,” dari Wamenkomdigi Nezar Patria, menegaskan komitmen pemerintah untuk mendukung proses hukum yang sedang berjalan. Namun, kooperasi ini harus dibarengi dengan reformasi internal untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan.

Exit mobile version