Astronot Sunita Williams dan Barry Wilmore kembali ke Bumi setelah sembilan bulan bertugas di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Meskipun misi mereka sukses, proses pemulihan fisik yang mereka alami ternyata jauh lebih menantang daripada yang diperkirakan.
Foto-foto yang dirilis NASA menunjukkan keduanya berjalan tertatih dan berjabat tangan dengan personel NASA setelah pemeriksaan kesehatan awal. Namun, kondisi Williams khususnya, menjadi perhatian para dokter. Perubahan fisiknya yang signifikan memicu kekhawatiran terkait dampak jangka panjang tinggal di luar angkasa.
Williams, yang berusia 59 tahun, terlihat berbeda setelah kembali dari misi tersebut. Rambutnya tampak lebih putih, kerutan di wajahnya lebih dalam, dan wajahnya terlihat lebih kurus. Perubahan ini menunjukkan betapa kerasnya lingkungan luar angkasa terhadap tubuh manusia.
Para ahli kesehatan mengkaji perubahan fisik Williams secara detail. Dokter yang diwawancarai oleh Daily Mail mencatat pergelangan tangan Williams yang tampak kurus, yang mungkin mengindikasikan penurunan berat badan drastis, penyusutan otot lengan, dan bahkan hilangnya kepadatan tulang. Ketiga hal tersebut merupakan dampak umum dari paparan gravitasi mikro dalam jangka waktu panjang.
Salah satu foto menunjukkan infus terpasang di pergelangan tangan Williams. Dokter menduga ini merupakan bagian dari upaya rehidrasi dan pemulihan elektrolit tubuhnya. Di lingkungan gravitasi mikro, tubuh cenderung membuang cairan penting, menyebabkan dehidrasi setelah kembali ke Bumi.
Dampak Gravitasi Mikro terhadap Tubuh Astronot
Meskipun Williams dan Wilmore mampu berjalan kurang dari 24 jam setelah pendaratan – melebihi harapan banyak orang yang memperkirakan mereka akan mengalami kesulitan berjalan sementara waktu – dampak gravitasi mikro terhadap tubuh mereka tetap signifikan. Dr. John Jaquish, seorang insinyur biomedis dari Jaquish Biomedical, menjelaskan bahwa tinggal lama di luar angkasa sangat melelahkan bagi tubuh.
“Bayangkan terus-menerus berada dalam kondisi seperti ‘perut terbalik’,” kata Dr. Jaquish. Kondisi ini mengganggu sistem pencernaan, membuat astronot makan lebih sedikit dan lebih jarang, sehingga meningkatkan risiko penurunan berat badan dan kekurangan nutrisi.
Dr. Vinay Gupta, dokter spesialis paru dan veteran Angkatan Udara, menambahkan bahwa gravitasi sangat penting untuk melatih otot. “Tanpa gravitasi, otot tidak mendapat perlawanan apa pun,” jelasnya. Akibatnya, terjadi atrofi otot – penyusutan dan penipisan massa otot – yang meningkatkan risiko patah tulang, bahkan dari gerakan kecil.
Risiko yang Lebih Tinggi pada Wanita
Wanita, seperti Williams, berisiko lebih tinggi mengalami dampak negatif gravitasi mikro karena tulang mereka lebih kecil dan ringan. Penurunan hormon pelindung seperti estrogen setelah menopause juga memperparah risiko tersebut. “Saya tidak terkejut melihat dia mengalami beberapa masalah, karena wanita cenderung lebih terdampak kondisi ini dibandingkan pria,” tambah Dr. Gupta.
Misi yang Berubah
Misi Williams dan Wilmore, yang awalnya direncanakan hanya berlangsung delapan hari, terpaksa diperpanjang hingga sembilan bulan karena kebocoran helium pada pesawat ruang angkasa mereka. Kerusakan sistem pendorong memaksa mereka untuk tinggal di ISS hingga Februari 2025, sebelum akhirnya kembali ke Bumi pada 14 Maret 2025 menggunakan pesawat SpaceX Crew Dragon.
Setelah kembali mendarat, Williams menyampaikan pesan penuh syukur kepada kendali misi: “Houston, terima kasih telah mendengarkan pagi ini. Hari yang indah. Senang melihat teman-teman kita datang. Terima kasih banyak.”
Kisah Williams dan Wilmore menyoroti pentingnya penelitian lebih lanjut tentang dampak jangka panjang perjalanan ruang angkasa terhadap tubuh manusia, terutama pada wanita. Pemulihan mereka memberikan gambaran yang berharga tentang tantangan yang dihadapi astronot dalam misi luar angkasa jangka panjang, dan kebutuhan akan pengembangan strategi pencegahan dan perawatan yang lebih efektif.