Ekbis  

PHK Sritex: DPR Desak Kompensasi Layak Bagi Pekerja Terdampak

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal lebih dari 10.000 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) telah menimbulkan keprihatinan luas. Kepailitan perusahaan yang diputuskan Pengadilan Niaga Semarang pada 23 Oktober 2024 dan pengambilalihan aset oleh kurator sejak 1 Maret 2025, mengakibatkan dampak sosial ekonomi yang signifikan.

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menyebut peristiwa ini sebagai tragedi nasional. Sritex, sebagai industri padat karya besar, berperan penting dalam perekonomian Indonesia melalui penyerapan tenaga kerja dan ekspor. PHK massal ini bukan hanya kerugian bagi para pekerja, tetapi juga kerugian bagi perekonomian nasional.

Komisi IX DPR RI, yang memiliki wewenang di bidang ketenagakerjaan, berkomitmen mengawal hak-hak pekerja yang terdampak PHK. Edy Wuryanto menekankan pentingnya memastikan para pekerja menerima kompensasi yang layak, sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Hak-hak Pekerja yang Ter-PHK

Undang-Undang Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang 2/2024, dan Peraturan Pemerintah 35/2021 mengatur secara rinci hak-hak pekerja yang di-PHK. Hal ini meliputi uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak-hak lainnya. Komisi IX DPR akan memastikan regulasi ini dijalankan dengan benar.

Selain kompensasi tersebut, karyawan yang di-PHK dalam waktu 30 hari sebelum Idul Fitri juga berhak atas Tunjangan Hari Raya (THR), sesuai dengan Pasal 7 Permenaker No. 6 Tahun 2016. Pemerintah dan DPR akan memastikan semua hak ini dipenuhi oleh perusahaan yang telah dinyatakan pailit.

Komisi IX DPR berencana mengundang serikat pekerja Sritex dan melakukan kunjungan langsung ke pabrik di Sukoharjo untuk memantau pemenuhan hak-hak pekerja. Langkah ini diambil untuk memastikan proses penyelesaian PHK berjalan transparan dan adil.

Peran Pemerintah dan Kurator

Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, memiliki peran penting dalam memastikan hak-hak pekerja terpenuhi. Selain itu, Tim Kurator yang mengelola aset Sritex juga bertanggung jawab untuk memastikan kewajiban perusahaan kepada para kreditur, termasuk para pekerja yang di-PHK, diselesaikan secara adil.

Meskipun Kementerian Ketenagakerjaan telah mencatat adanya peluang 10.666 lowongan kerja di Solo, hal ini tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Pemerintah perlu memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para pekerja yang terkena PHK agar mereka dapat dengan mudah mendapatkan pekerjaan baru yang sesuai dengan keahlian mereka.

Dampak PHK Massal di Tengah Inflasi Rendah

Ironisnya, PHK massal ini terjadi di tengah kondisi inflasi yang rendah. Kondisi ini seharusnya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, bukan justru memicu pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran. Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang.

Kejadian ini menyoroti perlunya peningkatan perlindungan bagi pekerja di Indonesia. Sistem jaminan sosial yang lebih kuat dan peningkatan pengawasan terhadap perusahaan dapat menjadi langkah preventif untuk mencegah PHK massal dan melindungi kesejahteraan pekerja.

Komitmen dari pemerintah dan DPR untuk mengawal hak-hak pekerja Sritex patut diapresiasi. Namun, perlu pengawasan dan evaluasi yang berkelanjutan untuk memastikan agar kejadian ini tidak terulang dan hak-hak pekerja selalu terlindungi di masa depan.

Exit mobile version