Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, mempertanyakan target penyerapan 3 juta ton beras oleh Perum Bulog yang ditetapkan pemerintah. Ia bahkan secara tegas menyebut target tersebut tidak realistis dan merupakan “omong kosong”. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat dengan Kementerian Perdagangan dan Perum Bulog di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/3/2025).
Herman Khaeron, dari Fraksi Partai Demokrat, menantang Bulog untuk membuktikan kemampuannya mencapai target tersebut. Ia bahkan berjanji akan melakukan push up 10 kali jika target tersebut tercapai. Kritikan pedas juga dilontarkannya terhadap Bulog, yang dinilai lebih banyak melakukan gertakan (bluffing) daripada aksi nyata.
Kritikan Herman Khaeron didasarkan pada realisasi penyerapan beras Bulog yang jauh dari target. Hingga saat ini, Bulog baru berhasil menyerap sekitar 190.000 ton beras, angka yang sangat jauh dari target 3 juta ton yang harus tercapai pada April 2025. Direktur Utama Perum Bulog, Mayjen Novi Helmy Prasetya, mengakui hal tersebut.
Meskipun target penyerapan belum tercapai, Novi Helmy memastikan stok beras saat ini aman untuk kebutuhan pangan selama Ramadhan dan Idul Fitri. Bulog memiliki stok sekitar 1,95 juta ton beras, terdiri dari 1,9 juta ton beras medium dan 50.000 ton beras premium. Upaya untuk mencapai target penyerapan tetap dilakukan, termasuk dengan menyalurkan 150.000 ton beras untuk operasi pasar selama Ramadhan dan Idul Fitri.
Analisis Target Penyerapan Beras Bulog
Target penyerapan 3 juta ton beras hingga April 2025 memang terkesan ambisius, mengingat realisasi hingga saat ini masih sangat rendah. Beberapa faktor perlu dipertimbangkan untuk menganalisis kemungkinan pencapaian target tersebut. Pertama, ketersediaan beras di pasaran. Apakah jumlah beras yang tersedia di petani dan pedagang cukup untuk memenuhi target tersebut? Kedua, efisiensi dan efektivitas sistem pengadaan Bulog. Apakah sistem yang ada sudah optimal untuk menyerap beras dalam jumlah besar dalam waktu singkat?
Ketiga, faktor cuaca dan hama juga bisa mempengaruhi hasil panen dan ketersediaan beras. Musim hujan yang berkepanjangan atau serangan hama dapat menurunkan produktivitas pertanian, sehingga pasokan beras ke Bulog berkurang. Keempat, masalah infrastruktur dan logistik. Pengangkutan dan penyimpanan beras dalam jumlah besar membutuhkan infrastruktur yang memadai dan rantai pasokan yang efektif. Ketidakmampuan mengatasi kendala di bidang ini dapat menghambat proses penyerapan.
Peran Pemerintah dalam Mencapai Target
Pemerintah memiliki peran penting dalam membantu Bulog mencapai target penyerapan beras. Selain menetapkan target yang realistis, pemerintah juga perlu memastikan ketersediaan anggaran yang cukup untuk mendukung kegiatan pengadaan beras. Koordinasi yang baik antara pemerintah, Bulog, dan petani juga sangat diperlukan agar proses pengadaan berjalan lancar dan efisien.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan insentif kepada petani agar mereka mau menjual berasnya kepada Bulog. Insentif ini bisa berupa harga pembelian yang lebih tinggi atau bantuan lainnya. Transparansi dalam proses pengadaan juga penting untuk membangun kepercayaan dan mencegah praktik korupsi. Dengan demikian, target penyerapan beras dapat tercapai dengan cara yang efektif dan efisien.
Kesimpulan
Pernyataan kontroversial Herman Khaeron terhadap target penyerapan beras Bulog menyoroti pentingnya evaluasi dan perencanaan yang matang dalam program ketahanan pangan nasional. Target yang ambisius tanpa didukung oleh strategi yang tepat dan koordinasi yang baik hanya akan menghasilkan kegagalan. Pemerintah dan Bulog perlu bekerja sama untuk mengatasi tantangan yang ada dan memastikan ketersediaan beras untuk kebutuhan masyarakat.
Data terbaru menunjukkan serapan beras Bulog pada 16 Februari 2025 mencapai 92.122 ton, masih jauh dari target 3 juta ton yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto. Bulog menyatakan akan terus berupaya maksimal, namun tantangan tetap besar. Suksesnya program ini sangat bergantung pada kerja sama semua pihak dan realitas di lapangan.