Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus, melaporkan menerima ancaman berupa telepon dari nomor tak dikenal setelah ia dan sejumlah aktivis menggeruduk rapat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta. Andrie menduga kuat panggilan tersebut merupakan bentuk intimidasi atas protes keras koalisi masyarakat sipil terhadap proses revisi UU TNI yang dinilai tertutup dan tidak transparan.
Andrie menerima tiga panggilan dari nomor yang tidak terdaftar di kontaknya. Melalui aplikasi pencari informasi nomor telepon, ia menemukan bahwa nomor tersebut terdaftar atas nama “Topan”, dengan beberapa orang menyimpannya sebagai “Serka Topan Dan Intel” dan “Topan Danintel Dam Jaya”. Ini menimbulkan kecurigaan atas kemungkinan keterkaitan dengan aparat keamanan.
Selain ancaman telepon, Kantor KontraS di Jalan Kramat II, Jakarta Pusat, juga didatangi oleh tiga orang tak dikenal pada Minggu dini hari (16/3/2025), sekitar pukul 00.16 WIB. Mereka mengaku sebagai wartawan, namun tidak dapat menunjukkan identitas media atau menjelaskan alasan kedatangan mereka di tengah malam.
Ancaman Terhadap Aktivis Penentang Revisi UU TNI
Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya intimidasi terhadap aktivis yang menyuarakan kritik terhadap revisi UU TNI. Aksi penggerudukan rapat di Hotel Fairmont sebelumnya sudah menunjukkan upaya pembungkaman suara-suara kritis. Kini, ancaman telepon dan kunjungan tengah malam menjadi indikasi kuat adanya upaya untuk menekan aktivis agar menghentikan kritik mereka.
Ketidaktransparanan dalam proses revisi UU TNI menjadi sorotan utama. Rapat yang digelar secara tertutup di hotel mewah menimbulkan kecurigaan adanya kepentingan tersembunyi yang ingin dijauhkan dari pengawasan publik. Hal ini memperkuat dugaan bahwa intimidasi terhadap aktivis merupakan upaya untuk melindungi proses revisi yang kontroversial tersebut.
Detail Kejadian di Hotel Fairmont
Saat penggerudukan di Hotel Fairmont, Andrie dan aktivis lainnya berupaya memasuki ruang rapat yang membahas revisi UU TNI. Mereka dihalang oleh staf hotel dan bahkan Andrie sempat didorong hingga terjatuh. Peristiwa ini menunjukkan adanya upaya untuk membatasi akses publik terhadap informasi dan proses legislasi yang seharusnya terbuka dan demokratis.
Aksi tersebut menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan keterbukaan dalam proses pembuatan undang-undang. Publik berhak untuk mengetahui isi dan proses pembahasan RUU TNI, agar dapat memberikan masukan dan memastikan bahwa revisi tersebut tidak merugikan kepentingan masyarakat luas.
Perlu Investigasi dan Perlindungan Aktivis
Pemerintah perlu melakukan investigasi menyeluruh terhadap ancaman yang diterima Andrie dan KontraS. Tindakan intimidasi terhadap aktivis hak asasi manusia merupakan pelanggaran serius yang harus diusut tuntas. Pelaku harus diproses hukum agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan perlindungan yang memadai kepada aktivis yang sedang memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi. Kebebasan menyampaikan pendapat dan berhimpun merupakan hak dasar warga negara yang harus dijamin dan dilindungi.
Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya menjaga demokrasi dan kebebasan berekspresi. Intimidasi terhadap aktivis hanya akan memperburuk citra pemerintahan dan memperlemah kepercayaan publik terhadap proses legislasi di Indonesia. Upaya untuk melindungi aktivis yang berani menyuarakan pendapat kritis merupakan kewajiban negara untuk menjaga demokrasi yang sehat dan bermartabat.