Lidah Terikat: Mitos Gangguan Bicara pada Anak Terbantahkan

Banyak orangtua khawatir jika anak mereka yang mengalami tongue tie akan mengalami keterlambatan bicara. Tongue tie atau ankyloglossia adalah kondisi di mana selaput di bawah lidah (frenulum lingual) terlalu pendek atau kaku, membatasi pergerakan lidah. Namun, kekhawatiran tersebut tidak perlu berlebihan.

Profesor Soedjatmiko, dokter anak konsultan tumbuh kembang pediatri sosial, menegaskan bahwa tongue tie tidak menyebabkan speech delay. Meskipun demikian, kondisi ini dapat membuat anak kesulitan mengucapkan beberapa huruf konsonan, seperti T, D, S, L, dan R. Kesulitan ini lebih tepat disebut gangguan artikulasi, bukan keterlambatan bicara.

“Tongue tie juga tidak menyebabkan speech delay,” kata Profesor Soedjatmiko. “Paling-paling hanya disartikulasi. Jadi, bisa ngomong, tetapi beberapa konsonan pengucapan kurang jelas, Tidak menyebabkan delayed speech,” tegasnya.

Apa Itu Tongue Tie dan Gejalanya?

Tongue tie merupakan kondisi bawaan lahir. Selaput di bawah lidah yang menghubungkan lidah dengan dasar mulut terlalu pendek atau kaku. Hal ini dapat memengaruhi kemampuan bayi untuk menyusu, berbicara, dan menjulurkan lidah secara bebas.

Beberapa gejala tongue tie pada bayi meliputi kesulitan menyusu karena tidak mampu mengisap dengan baik, kesulitan menjulurkan atau menggerakkan lidah secara bebas, dan dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan masalah gigi atau gusi di kemudian hari.

Penting untuk diingat bahwa tidak semua bayi yang kesulitan menyusu mengalami tongue tie. Dokter perlu mengevaluasi berbagai faktor lain, termasuk teknik menyusui dan posisi bayi saat menyusu.

Diagnosis dan Pengobatan Tongue Tie

Diagnosis tongue tie memerlukan pemeriksaan oleh dokter. Tidak semua kasus tongue tie memerlukan tindakan medis. Jika bayi tumbuh dengan baik, berat badannya naik sesuai dengan seharusnya, dan tidak ada masalah dalam menyusui, maka intervensi medis mungkin tidak diperlukan.

Dokter spesialis anak konsultan neonatologi, Naomi Esthernita F. Dewanto, menekankan bahwa tidak semua tongue tie perlu diinsisi (disayat). “Apakah tongue tie itu mengganggu proses menyusui, apakah berat badan enggak naik? Kalau semua baik, ya biarin aja,” kata dr. Naomi.

Ketua IDAI, dr. Piprim Yanuarso, menambahkan, “Kalau enggak ada masalah ya diam-diam saja, enggak usah diapa-apain.” Intervensi hanya dipertimbangkan jika ada indikasi yang jelas, misalnya kesulitan menyusui yang signifikan, penurunan berat badan, atau masalah lain yang berhubungan dengan tongue tie.

Peran Dokter Anak dan Dokter Bedah

Jika setelah evaluasi menyeluruh, ternyata diperlukan tindakan insisi pada tongue tie, dokter anak harus berkonsultasi dengan dokter bedah. Ini penting untuk memastikan prosedur dilakukan dengan aman dan tepat.

dr. Naomi mengingatkan bahwa banyak masalah menyusui pada dua minggu pertama kelahiran bayi, dan tidak semuanya disebabkan oleh tongue tie. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh sebelum mengambil tindakan medis.

Sebelum memutuskan tindakan insisi, perbaikan posisi dan pelekatan saat menyusui seringkali sudah cukup untuk mengatasi masalah. Konsultasi dengan konselor laktasi atau tenaga kesehatan lain yang kompeten dalam menyusui dapat sangat membantu.

Stimulasi dan Perkembangan Bicara

Meskipun tongue tie dapat menyebabkan kesulitan dalam pengucapan beberapa huruf, stimulasi yang tepat dan perkembangan anak seiring bertambahnya usia dapat membantu meningkatkan artikulasi. Orangtua tidak perlu khawatir berlebihan jika anak mereka mengalami kesulitan pengucapan.

Dengan stimulasi bicara yang cukup, anak-anak dengan tongue tie umumnya akan mengalami peningkatan kemampuan bicara seiring waktu. Hal ini ditegaskan oleh dr. Naomi: “Memang bisa ada gangguan mengucapkan beberapa huruf. Tapi seiring tambah usia maka tambah jelas.”

Kesimpulannya, tongue tie bukanlah kondisi yang perlu terlalu dikhawatirkan. Meskipun dapat menyebabkan beberapa kesulitan, kondisi ini umumnya tidak menyebabkan keterlambatan bicara. Konsultasi dengan dokter anak sangat penting untuk melakukan evaluasi dan menentukan langkah penanganan yang tepat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *