Menjelang Lebaran, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) gencar melakukan pengawasan produk pangan. Hasil pengawasan tahap empat (13-19 Maret 2025) menunjukkan temuan mengejutkan. Sebanyak 35.000 produk pangan tidak sesuai ketentuan berhasil diamankan.
Produk yang diamankan terdiri dari berbagai jenis, mulai dari produk tanpa izin edar hingga yang sudah kedaluwarsa. Dari 1.190 sarana yang diawasi, 68,4 persen memenuhi ketentuan, namun masih ada 31,6 persen yang tidak sesuai persyaratan. Hal ini menunjukan masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh BPOM.
“Pengawasan menunjukkan bahwa mayoritas sarana telah Mematuhi Ketentuan (MK), namun masih terdapat sejumlah sarana yang perlu ditingkatkan kepatuhannya untuk menjamin keamanan, mutu, dan gizi pangan,” kata Kepala BPOM RI Taruna dalam temu media di Gedung BPOM, Jakarta Pusat pada Jumat (21/3/2025) pagi.
Rincian Produk Pangan yang Diamankan
Total produk pangan yang diamankan mencapai 35.534, dengan nilai ekonomi sekitar Rp16,5 miliar. Mayoritas pelanggaran disebabkan oleh produk tanpa izin edar (TIE) dan kedaluwarsa. Berikut rinciannya:
Tingginya angka produk pangan TIE dan kedaluwarsa menunjukkan pentingnya peningkatan pengawasan dan kesadaran masyarakat. BPOM perlu memperkuat strategi pengawasan, baik di tingkat produsen maupun distributor.
“Temuan ini menegaskan pentingnya regulasi dan pengawasan yang lebih intensif, termasuk kampanye Cek Klik/Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa, guna memastikan keamanan, mutu, dan gizi pangan bagi masyarakat,” lanjut Taruna.
Sebaran Produk Tanpa Izin Edar
Berdasarkan data yang diperoleh, produk pangan TIE paling banyak ditemukan di Jakarta, mencapai 9.195 pcs (46,45 persen dari total TIE). Wilayah lain dengan temuan signifikan adalah Balikpapan (1.185 pcs), Tarakan (2.044 pcs), Pontianak (487 pcs), dan Batam (2.982 pcs).
Konsentrasi tinggi temuan di Jakarta memerlukan perhatian khusus. BPOM perlu meningkatkan intensitas pengawasan di wilayah tersebut, mungkin dengan menambah jumlah petugas atau memperketat pengawasan di pasar-pasar tradisional dan modern.
Asal Negara Produk Tanpa Izin Edar
Produk pangan TIE juga didominasi oleh produk impor. Mayoritas berasal dari Malaysia (56,1 persen), terdiri dari minuman serbuk, minuman berperisa, dan kembang gula/permen. Negara asal lainnya adalah China (22,8 persen, biskuit dan buah kering/manisan), dan Arab Saudi (15,4 persen, bumbu, kembang gula/permen, dan bahan tambahan pangan).
Dominasi produk dari Malaysia menunjukkan perlunya kerja sama internasional dalam pengawasan produk pangan. BPOM perlu memperkuat kerjasama dengan otoritas keamanan pangan di Malaysia untuk mencegah masuknya produk ilegal ke Indonesia.
Pengawasan Siber dan E-commerce
BPOM juga melakukan pengawasan siber terhadap produk pangan yang dijual daring. Ditemukan 4.374 tautan yang menjual produk pangan TIE di berbagai platform digital. Mayoritas produk berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia.
Pengawasan siber ini sangat penting mengingat semakin banyaknya transaksi jual beli produk pangan melalui e-commerce. Kerjasama dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk takedown konten yang teridentifikasi merupakan langkah yang tepat.
Secara keseluruhan, temuan BPOM ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya memeriksa izin edar dan kedaluwarsa sebelum membeli produk pangan. Kampanye edukasi publik dan kerjasama antar lembaga sangat krusial untuk menjamin keamanan pangan bagi masyarakat Indonesia, terutama menjelang Lebaran.