Jelang Lebaran: BPOM Sita Ribuan Produk Pangan Ilegal, Konsumen Waspada

Jelang Lebaran 2025, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) meningkatkan pengawasan pangan. Intensifikasi pengawasan dimulai sejak 24 Februari 2025, bertujuan untuk memastikan keamanan pangan selama periode ramai tersebut.

Pengawasan intensif tahap keempat, berlangsung pada 13-19 Maret 2024, memfokuskan pada pangan olahan di berbagai sarana peredaran. Sasarannya meliputi importir, distributor, ritel, dan gudang e-commerce. Prioritas diberikan pada pangan tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa, dan rusak.

Hasil pengawasan terhadap 1.190 sarana menunjukkan 31,6 persen tidak memenuhi ketentuan, sementara 68,4 persen memenuhi ketentuan. “Pengawasan menunjukkan bahwa mayoritas sarana telah Mematuhi Ketentuan (MK), namun masih terdapat sejumlah sarana yang perlu ditingkatkan kepatuhannya untuk menjamin keamanan, mutu, dan gizi pangan,” ungkap Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam temu media di gedung BPOM, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

Produk TIE mendominasi temuan, diikuti produk kedaluwarsa. Ini menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap distribusi dan kepatuhan regulasi. Meskipun jumlah produk rusak relatif lebih sedikit, tetap perlu perhatian untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan.

Rincian Produk Pangan yang Diamankan

Sebanyak 35.534 produk pangan berhasil diamankan. Rinciannya sebagai berikut:

  • Pangan TIE: 19.795 (55,7 persen)
  • Kedaluwarsa: 14.300 (40,2 persen)
  • Rusak: 1.439 (4,2 persen)
  • Total nilai ekonomi dari produk yang diamankan mencapai Rp16,5 Miliar.

    Pangan tanpa izin edar ditemukan di beberapa wilayah, dengan Jakarta sebagai wilayah dengan temuan terbanyak.

  • Jakarta: 9.195 pcs (46,45 persen)
  • Balikpapan: 1.185 pcs (5,99 persen)
  • Tarakan: 2.044 pcs (10,33 persen)
  • Pontianak: 487 pcs (2,46 persen)
  • Batam: 2.982 pcs (15,06 persen)
  • Asal Negara Produk Pangan TIE yang Mendominasi

    Mayoritas produk pangan TIE berasal dari beberapa negara, dengan Malaysia sebagai negara asal terbanyak.

    Malaysia menyumbang 56,1 persen, didominasi oleh minuman serbuk, minuman berperisa, dan kembang gula/permen. China berkontribusi 22,8 persen, sebagian besar berupa biskuit dan buah kering/manisan. Arab Saudi menyumbang 15,4 persen, meliputi bumbu, kembang gula/permen, dan bahan tambahan pangan (BTP).

    Data ini menunjukkan pentingnya kerjasama internasional dalam pengawasan keamanan pangan, khususnya dalam hal pencegahan masuknya produk ilegal ke Indonesia.

    Patroli Siber Pengawasan Pangan yang Dijual Daring

    BPOM juga melakukan patroli siber untuk mengawasi peredaran produk pangan olahan yang tidak memenuhi ketentuan di platform digital, termasuk e-commerce.

    Patroli siber menemukan 4.374 tautan yang menjual produk pangan TIE, mayoritas berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia. Temuan ini menggarisbawahi permasalahan peredaran produk impor ilegal secara daring yang berpotensi membahayakan konsumen.

    BPOM berkoordinasi dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk menurunkan konten yang teridentifikasi. Upaya peningkatan efektivitas pengawasan siber terus dilakukan untuk melindungi konsumen dari produk pangan yang tidak aman.

    Kesimpulannya, pengawasan BPOM menjelang Lebaran 2025 menunjukkan keberhasilan dalam mengamankan sejumlah besar produk pangan bermasalah. Namun, data juga menyoroti perlunya peningkatan pengawasan dan kerjasama antar instansi untuk mencegah peredaran produk pangan ilegal, baik secara konvensional maupun daring, demi melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *