Kemenkes Kejar Target Deteksi TB: 81 Persen Menuju Indonesia Bebas Tuberkulosis

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan bahwa hingga awal Maret 2025, sebanyak 889.000 orang di Indonesia terdeteksi mengidap tuberkulosis (TB). Angka ini mencapai 81 persen dari target deteksi tahun 2024 yang sebesar 1.090.000 orang. Meskipun menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, pencapaian ini masih jauh dari target ideal 90 persen atau 900.000 kasus.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini, menjelaskan bahwa jumlah orang yang terdeteksi dan mendapatkan pengobatan TB terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2023, misalnya, target deteksi 1.060.000 orang tercapai 77 persen (821.200 orang), dan 78 persen di antaranya (722.863 orang) berhasil menjalani pengobatan.

Tantangan utama dalam penanggulangan TB di Indonesia adalah rendahnya angka deteksi kasus. Hal ini diperparah oleh stigma sosial yang masih melekat pada penyakit ini, sehingga banyak penderita enggan memeriksakan diri atau bahkan melanjutkan pengobatan.

Strategi Kemenkes dalam Penanggulangan TB

Kemenkes telah menetapkan berbagai target dalam upaya eliminasi TB, meliputi pengobatan TB sensitif obat (TBSO) yang ditargetkan mencapai 90 persen dan pengobatan TB resisten obat (TBRO) mencapai 80 persen pada tahun 2024. Realitanya, pencapaian pengobatan TBSO baru mencapai 84 persen, sedangkan pengobatan TBRO hanya 58 persen.

Notifikasi TB secara nasional juga baru mencapai 81 persen. Provinsi Banten mencatatkan notifikasi tertinggi (112 persen), sementara Papua Pegunungan terendah (27 persen). Rendahnya angka notifikasi di beberapa daerah menunjukkan perlunya peningkatan akses layanan kesehatan dan edukasi masyarakat di wilayah tersebut.

Terapi Pencegahan TBC (TPT) untuk kontak serumah penderita TB juga menjadi fokus. Namun, pencapaian target TPT masih rendah, dengan sebagian besar provinsi berada di bawah 29 persen. Hanya Banten yang mencapai target.

Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC/Quick Win) 2025

Kemenkes menetapkan beberapa target dalam PHTC 2025, termasuk penemuan minimal 981.000 kasus TB, inisiasi pengobatan 95 persen, keberhasilan pengobatan TBSO 90 persen, dan keberhasilan pengobatan TBRO 80 persen. Target-target ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk mempercepat eliminasi TB.

Berbagai inisiatif telah dilakukan untuk mencapai target tersebut. Salah satunya adalah penggunaan teknologi X-Ray dan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) untuk mendeteksi kasus TB secara aktif. Integrasi data dan informasi antar fasilitas kesehatan juga bertujuan untuk mempercepat penanganan kasus suspek TB.

Perlu diingat bahwa TB merupakan penyakit yang seringkali *underreported*, sehingga upaya aktif menemukan kasus sangat penting. Integrasi data antar fasilitas kesehatan sangat krusial untuk mengatasi hal ini.

Inovasi dan Pengembangan

Kemenkes juga tengah mengembangkan inovasi dalam regimen pengobatan TB, berupa pengurangan durasi pengobatan dari 18 bulan menjadi 6 bulan. Vaksin TB baru juga sedang dikembangkan dan diharapkan selesai pada tahun 2027. Pembangunan rumah sakit khusus untuk penanganan TBRO dan TBSO juga menjadi bagian dari strategi penanggulangan TB.

Partisipasi aktif masyarakat melalui edukasi dan pencegahan TB juga sangat penting. Keterlibatan komunitas sangat krusial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya TB dan pentingnya deteksi dini dan pengobatan.

Target global untuk eliminasi TB pada tahun 2030 adalah penurunan insidensi TB menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk. Saat ini, insidensi TB di Indonesia masih tinggi, yakni 388 kasus per 100.000 penduduk. Upaya-upaya yang dilakukan Kemenkes diharapkan dapat mempercepat pencapaian target eliminasi TB di Indonesia dan memenuhi target global tersebut. Kolaborasi yang kuat antar pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sangat krusial untuk keberhasilan program ini.

Selain itu, perlu dilakukan riset lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya angka deteksi dan pengobatan TB di beberapa daerah. Dengan demikian, strategi penanggulangan dapat disesuaikan dengan kondisi spesifik masing-masing daerah.

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan, khususnya dalam hal deteksi dan pengobatan TB, juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Pelatihan dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan sangat penting agar mereka mampu mendiagnosis dan mengobati TB dengan tepat.

Exit mobile version