Konsumsi Kolak Harian Saat Buka Puasa: Manfaat dan Risikonya

Kolak, hidangan manis legit berbahan dasar santan dan berbagai macam bahan lain seperti pisang, ubi, labu, dan lainnya, menjadi primadona tak terbantahkan saat berbuka puasa di Indonesia. Rasanya yang nikmat dan kemampuannya mengembalikan energi setelah seharian berpuasa membuat kolak menjadi pilihan favorit banyak orang. Namun, konsumsi kolak setiap hari selama bulan Ramadhan perlu dipertimbangkan dengan cermat.

Kandungan nutrisi dalam kolak, terutama dari bahan-bahan alami seperti pisang dan ubi, memang bermanfaat untuk mengembalikan energi tubuh yang terkuras selama berpuasa. Santan juga memberikan tambahan kalori yang dibutuhkan setelah seharian berpuasa. “Kolak untuk berbuka puasa boleh saja. Karena kan seratnya oke, terus dari gulanya dan santannya merupakan sumber kalori jadi pasti mampu untuk meningkatkan kadar gula darah yang sudah drop [setelah puasa],” jelas dokter gizi Inge Permadhi kepada CNNIndonesia.com.

Meskipun demikian, kolak termasuk makanan tinggi kalori. Konsumsi berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan. “Jadi kalau makan kolak setiap hari tapi sedikit aja itu ga masalah,” ujar dr. Inge. Mengonsumsi kolak setiap hari dalam jumlah sedikit mungkin tidak bermasalah, tetapi penting untuk menjaga keseimbangan nutrisi harian. Mengonsumsi kolak secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan nutrisi, khususnya jika menggeser porsi makanan utama yang kaya protein.

Salah satu dampak negatif konsumsi kolak berlebihan adalah peningkatan berat badan. Kandungan karbohidrat yang tinggi dalam kolak dapat meningkatkan penumpukan lemak tubuh jika dikonsumsi melebihi kebutuhan energi. “Jadi kalau kita mengonsumsi tiap hari mungkin aja berat badan kita naik,” ungkap dokter gizi Johanes Casay Chandrawinata kepada CNNIndonesia.com. Hal ini diperparah jika konsumsi kolak berlebih diiringi dengan makanan berat lainnya.

Lebih jauh, konsumsi karbohidrat berlebih dari kolak juga dapat meningkatkan kadar trigliserida dan asam urat dalam darah. Trigliserida merupakan energi cadangan tubuh, namun kadarnya harus tetap dalam batas normal. “Kandungan utamanya itu [kolak] beragam dan karbohidrat yang terlalu banyak dikonsumsi bisa meningkatkan trigliserida dan asam urat, meningkatkan berat badan dari kalori yang masuk,” jelas dr. Johannes.

Jadi, Bolehkah Makan Kolak Setiap Hari?

Jawabannya adalah: tergantung porsinya dan kondisi kesehatan individu. Dr. Inge Permadhi menekankan pentingnya mengontrol porsi makan. “Sebenarnya pada prinsipnya makan berlebihan dan serta sumber energi kurang pasti akan ditumpuk dalam bentuk lemak dalam tubuh jadi gemuk. Jadi kalau makan kolak setiap hari tapi sedikit-sedikit saja itu nggak masalah,” jelasnya. Konsumsi kolak dalam porsi kecil hanya sebagai penambah energi setelah berpuasa mungkin tidak bermasalah bagi orang sehat yang tetap aktif dan menjaga keseimbangan nutrisi.

Namun, bagi penderita diabetes, konsumsi kolak, meskipun sedikit, tetap perlu diwaspadai karena kandungan gulanya yang tinggi dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah. “Yang buat masalah itu pada orang diabetes yang makan kolak terus. Karena kolak kan manis jadi berisiko kadar gula darahnya menjadi berantakan. Tapi selama dia makannya sedikit, hanya icip atau hanya untuk meningkatkan kadar gula darah itu tidak masalah,” imbuh dr. Inge. Untuk orang sehat yang aktif dan menjaga pola makan, konsumsi kolak setiap hari dalam porsi kecil mungkin dapat ditoleransi. Namun, tetap penting untuk menjaga keseimbangan nutrisi dan mengutamakan makanan bergizi seimbang.

Selain memperhatikan porsi, pemilihan bahan-bahan kolak juga penting. Pilihlah bahan-bahan yang segar dan berkualitas, dan hindari penambahan gula berlebih. Variasikan juga jenis kolak yang dikonsumsi agar asupan nutrisi tetap seimbang. Jangan lupa untuk tetap aktif berolahraga dan menjaga pola hidup sehat secara keseluruhan.

Kesimpulannya, konsumsi kolak setiap hari bukanlah suatu larangan mutlak, tetapi perlu diimbangi dengan porsi yang terkontrol, pola makan sehat, dan aktivitas fisik yang cukup. Prioritaskan keseimbangan nutrisi dan perhatikan kondisi kesehatan masing-masing individu. Jika ragu, konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan panduan yang tepat.

Exit mobile version