Beredar sebuah video di media sosial yang mengklaim Wakil Presiden BEM Universitas Airlangga (Unair) marah karena Presiden Mahasiswa (Presma) mereka ditangkap polisi. Klaim tersebut menyebutkan penangkapan Presma Unair disebabkan penghinaan terhadap Presiden. Namun, setelah diverifikasi, informasi ini terbukti salah atau hoaks.
Kompas.com telah melakukan penelusuran menyeluruh terhadap narasi yang beredar. Hasilnya menunjukkan bahwa video yang digunakan untuk mendukung klaim tersebut merupakan rekayasa dan tidak terkait sama sekali dengan kejadian di Unair. Kedua video yang disatukan dalam unggahan tersebut memiliki sumber yang berbeda dan kejadian yang berbeda pula.
Narasi yang Beredar dan Analisisnya
Unggahan di media sosial menampilkan dua video yang digabungkan. Video pertama memperlihatkan seorang pria berbicara dengan nada tinggi di depan sejumlah orang. Video kedua menampilkan dua wanita yang mengenakan baju tahanan. Narasi yang menyertai video tersebut menyatakan bahwa video pertama adalah Wakil Presiden BEM Unair yang sedang marah karena Presiden Mahasiswanya ditangkap polisi karena menghina Presiden.
Namun, setelah ditelusuri, video pertama tersebut berasal dari rapat tahunan Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) STKIP Bangkalan, Jawa Timur. Kehadiran spanduk di latar belakang video tersebut menegaskan bahwa pria yang berbicara bukanlah Wakil Presiden BEM Unair.
Sementara itu, video kedua yang menampilkan wanita berbaju tahanan ternyata berasal dari pemberitaan Liputan 6. Wanita tersebut adalah seorang pegawai Puskesmas Kemusu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah yang ditangkap karena kasus korupsi pada Januari 2025. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan BEM Unair.
Kesimpulan dan Implikasi
Kesimpulannya, narasi yang menyebutkan Wakil Presiden BEM Unair marah karena Presma mereka ditangkap polisi karena menghina Presiden adalah hoaks. Baik video pertama maupun kedua tidak memiliki hubungan dengan kejadian yang diklaim.
Penyebaran informasi hoaks seperti ini sangat berbahaya. Selain dapat menimbulkan keresahan di masyarakat, juga dapat merusak reputasi individu dan institusi yang disebutkan dalam narasi tersebut. Penting bagi masyarakat untuk selalu teliti dan memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya lebih lanjut.
Sangat penting untuk selalu mengandalkan sumber informasi yang kredibel dan terpercaya. Masyarakat diimbau untuk lebih kritis dalam menerima informasi yang beredar di media sosial dan selalu melakukan pengecekan fakta sebelum mempercayainya.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya literasi digital bagi generasi muda. Meningkatkan kemampuan dalam mengenali dan menanggapi informasi yang menyesatkan merupakan kunci untuk mencegah penyebaran hoaks lebih lanjut. Pendidikan dan pelatihan literasi digital perlu ditingkatkan secara masif.
Perlu adanya upaya yang lebih serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, media, dan masyarakat itu sendiri, untuk melawan penyebaran hoaks. Kerjasama yang erat dalam melawan disinformasi akan membantu menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Sebagai penutup, kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya berpikir kritis dan bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi di dunia digital. Selalu periksa kebenaran informasi dari berbagai sumber yang terpercaya sebelum membagikannya kepada orang lain.