Sony Music Entertainment (SME) melayangkan gugatan kepada University of Southern California (USC) di pengadilan federal New York. USC dituduh menggunakan 170 lagu tanpa izin dalam 283 video promosi di berbagai platform media sosial.
Penggunaan lagu-lagu tersebut dilakukan meskipun SME telah melayangkan peringatan sejak tahun 2021. SME, bersama label-label anak perusahaannya seperti Alamo Records, Arista Music, dan lainnya, menganggap tindakan USC sebagai pelanggaran hak cipta yang disengaja dan merugikan.
Gugatan tersebut mencantumkan sejumlah lagu hits yang digunakan tanpa izin, mulai dari lagu klasik seperti “Gimme More” Britney Spears hingga lagu-lagu hits terbaru seperti “Like That” dari Future, Metro Boomin, dan Kendrick Lamar. Lagu terakhir bahkan ditampilkan dalam video viral sepak bola USC yang ditonton jutaan kali.
Lagu-Lagu yang Digunakan Tanpa Izin
Daftar lagu yang digunakan tanpa izin mencakup berbagai genre dan era, menunjukkan cakupan luas pelanggaran hak cipta yang dilakukan USC. Ini menegaskan bahwa pelanggaran tersebut bukan sekadar kelalaian, tetapi kemungkinan merupakan praktik yang sistematis.
Beberapa contoh lagu yang digunakan secara ilegal termasuk “Run the World (Girls)” BeyoncĂ©, “Beat It” Michael Jackson, “Back in Black” AC/DC, “Yeah!” Usher, dan “My Heart Will Go On” Celine Dion. Keberagaman daftar lagu ini menunjukkan betapa meluasnya pelanggaran yang dilakukan oleh USC.
Termasuk juga lagu-lagu hits terkini, menunjukkan bahwa USC tidak hanya menggunakan materi lama, tetapi juga memanfaatkan lagu-lagu populer yang baru dirilis untuk menarik perhatian publik di media sosial. Ini juga menunjukkan kurangnya kewaspadaan dan pengabaian terhadap hak cipta.
Dampak Pelanggaran Hak Cipta
SME mengklaim bahwa tindakan USC telah menyebabkan kerugian besar dan tidak dapat diperbaiki. Mereka menuntut kompensasi sebesar 150.000 dolar AS (sekitar Rp 2,4 miliar) untuk setiap pelanggaran, dengan total tuntutan mencapai lebih dari 42 juta dolar AS (sekitar Rp 687 miliar).
Penggunaan lagu-lagu tersebut dalam video promosi, khususnya video yang terkait dengan program atletik USC, dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan keterlibatan media sosial dan penjualan tiket serta merchandise. USC melaporkan pendapatan atletik sebesar 212 juta dolar AS untuk tahun ajaran 2022-2023.
Meskipun jumlah pastinya tidak jelas, penggunaan lagu-lagu berhak cipta tanpa izin secara tidak langsung meningkatkan pendapatan USC, sementara merugikan pemegang hak cipta dan para artisnya. Hal ini menjadi dasar tuntutan yang diajukan SME.
Tanggapan USC dan Implikasinya
Dalam tanggapannya, USC menyatakan bahwa mereka menghormati hak kekayaan intelektual dan akan membela diri di pengadilan. Pernyataan ini masih belum cukup untuk meredakan tuntutan SME, mengingat bukti-bukti pelanggaran yang cukup kuat.
Kasus ini memiliki implikasi penting bagi lembaga pendidikan tinggi dan penggunaan media sosial. Ini menjadi pengingat akan pentingnya memahami dan mematuhi hukum hak cipta dalam konteks penggunaan konten digital, terutama dalam skala yang luas seperti yang dilakukan oleh USC.
Kasus ini juga dapat mempengaruhi bagaimana lembaga lain menggunakan musik dalam materi promosi mereka di masa depan. Penggunaan musik tanpa izin dapat berdampak hukum dan finansial yang signifikan.
Kesimpulan
Gugatan Sony Music terhadap USC menyoroti pentingnya menghormati hak cipta dalam era digital. Kasus ini diharapkan dapat memberikan preseden yang kuat bagi lembaga lain untuk lebih berhati-hati dalam penggunaan musik dan konten berhak cipta dalam materi promosi mereka di media sosial.
Ke depannya, universitas dan lembaga lain perlu memiliki sistem yang lebih ketat untuk memastikan bahwa semua konten yang digunakan dalam promosi telah mendapat izin yang tepat. Kegagalan untuk melakukannya dapat mengakibatkan kerugian finansial yang besar dan kerusakan reputasi.