Teror Kepala Babi di Tempo, Menteri HAM Langsung Lakukan Kunjungan

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengunjungi kantor redaksi Tempo pada Jumat (21/3/2025) sebagai respons atas aksi teror dan intimidasi terhadap jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana, yang menerima kiriman paket kepala babi.

Kunjungan ini menandai keprihatinan Pigai atas serangkaian teror yang dialami pilar-pilar demokrasi. Sebelum Tempo, lembaga advokasi HAM KontraS juga menerima ancaman. “Tiba-tiba saya dapat informasi, Tempo diteror. Aduh gak bisa (dibiarkan) ini, karena kan kemarin saya bantu KontraS diduga juga ada teror oleh oknum tidak kenal. Saya meminta supaya diusut. Makanya saya kaget, ini baru KontraS, sekarang Tempo. Ini kan pilar-pilar demokrasi kita, tiang demokrasi kita. Mungkin, kenapa rentetan ini bersamaan, berdekatan. Lalu oknumnya tidak bertanggung jawab, tidak jelas,” ungkap Pigai.

1. Pigai mendesak polisi mengusut teror terhadap Tempo

Pigai mendorong kepolisian untuk mengusut tuntas kasus teror kepala babi terhadap jurnalis Tempo. “Apakah ini diduga memang dilakukan oleh siapa, ini kan kewenangan kepolisian. Saya minta kepolisian harus usut, jangan sekadar mendapat laporan adanya teror dan tidak harus berbasis laporan. Adalah merupakan kewajiban aparat penegak hukum untuk memastikan adanya rasa keadilan. Mereka juga ikut membantu menetralkan, menjaga stabilitas,” tegasnya.

Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran atas keamanan jurnalis dan aktivis HAM di Indonesia. Hal ini menuntut tindakan tegas dari pihak berwajib untuk melindungi kebebasan pers dan hak asasi manusia.

2. Tanggapan kontroversial dari Istana Kepresidenan

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, memberikan respons yang kontroversial terhadap insiden tersebut. Ketika ditanya mengenai aksi teror, Nasbi menyarankan agar kepala babi tersebut dimasak saja. “Sudah, dimasak saja,” ujarnya.

Pernyataan ini menuai kritik dari berbagai pihak, yang menilai pernyataan tersebut tidak sensitif dan meremehkan ancaman serius terhadap kebebasan pers.

3. Istana memandang insiden ini bukan sebagai ancaman pembunuhan

Nasbi juga berpendapat bahwa insiden tersebut bukan merupakan ancaman pembunuhan, merujuk pada unggahan Fransisca di media sosial yang sebelumnya sempat bercanda meminta dikirim daging babi. “Gak lah (bukan ancaman pembunuhan), saya lihat dari media sosialnya Francisca yang wartawan Tempo itu, dia justru minta dikirimin daging babi,” katanya.

Ia menilai Fransisca tidak merasa terancam karena masih bisa bercanda. “Ya sama artinya dia gak terancam kan, buktinya dia bisa bercanda. Kirimin daging babi,” ucapnya. Nasbi bahkan mempertanyakan apakah insiden ini merupakan teror atau hanya candaan belaka, dan menyarankan agar masalah ini tidak dibesar-besarkan. “Ini kan problem mereka dengan entah siapa, entah siapa yang ngirim. Buat saya, gak bisa kita tanggapi apa-apa. Ini problem mereka, entah dengan siapa, siapa yang ngirim. Apakah itu beneran seperti itu? Atau cuma jokes, karena saya lihat juga mereka menanggapinya dengan jokes. Jadi menurut saya gak usah dibesarkan,” ujarnya.

Pernyataan Nasbi ini menuai kecaman luas, dianggap mengabaikan ancaman serius yang dihadapi jurnalis Tempo dan meremehkan pentingnya melindungi kebebasan pers.

Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap kebebasan pers dan penegakan hukum yang adil di Indonesia. Tanggapan yang beragam dari pejabat pemerintah menunjukkan perlunya diskusi publik yang lebih luas mengenai peran media dan pentingnya melindungi jurnalis dari intimidasi dan kekerasan.

Exit mobile version