Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara terang-terangan mendukung serangan militer Israel di Jalur Gaza. Hal ini disampaikan Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, yang menyatakan bahwa Trump telah memperingatkan Hamas akan konsekuensi jika tidak membebaskan sandera. “Presiden menjelaskan dengan sangat jelas kepada Hamas bahwa jika mereka tidak membebaskan semua sandera, akan ada banyak hal buruk yang harus dibayar. Sayangnya, Hamas memilih untuk mempermainkannya,” ujar Leavitt.
Pernyataan Leavitt ini muncul setelah kegagalan negosiasi rahasia antara utusan Hamas dan AS terkait pembebasan sandera. Meskipun sempat ada kesepakatan awal untuk membebaskan beberapa sandera, termasuk warga negara Amerika-Israel Edan Alexander, kesepakatan tersebut akhirnya gagal tercapai.
1. Eskalasi Serangan Israel di Gaza
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memerintahkan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) untuk merebut lebih banyak wilayah di Gaza. Perintah ini dikeluarkan sebagai respons atas penolakan Hamas untuk membebaskan para sandera yang masih ditahan.
IDF telah melanjutkan operasi militer di Gaza setelah gencatan senjata hampir dua bulan. Selama gencatan senjata tersebut, 33 sandera Israel telah dibebaskan. Namun, Katz menegaskan bahwa jika Hamas terus menolak pembebasan sandera, IDF akan terus memperluas operasi militernya.
“Jika organisasi teroris Hamas terus menolak membebaskan para sandera, saya telah menginstruksikan IDF untuk merebut wilayah tambahan, sambil mengevakuasi penduduk, dan memperluas zona keamanan di sekitar Gaza untuk melindungi masyarakat Israel dan tentara IDF, melalui kendali permanen Israel atas wilayah tersebut,” kata Katz.
2. Rencana Trump untuk Mengambil Alih Gaza
Sebelumnya, Trump juga menyatakan bahwa AS akan mengambil alih Gaza dan memukimkan kembali warga Palestina di tempat lain. Usulan ini menuai kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk Palestina, negara-negara Arab, dan banyak negara lain di dunia.
“AS akan memilikinya (Gaza) dan akan perlahan, sangat lambat, kami tidak terburu-buru, mengembangkannya. Kami membawa stabilitas ke Timur Tengah dan bagian Timur Tengah yang dilanda perang, bagian dari Timur Tengah yang telah menyebabkan masalah yang sangat besar, Jalur Gaza, dan akan memilikinya,” kata Trump.
Pernyataan Trump ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan internasional. Banyak yang mengkritik rencana tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan hak asasi manusia.
3. Penolakan Keras Hamas terhadap Usulan Trump
Hamas dengan tegas menolak usulan Trump untuk mengambil alih Gaza. Mereka menganggap pernyataan Trump tersebut tidak masuk akal dan merupakan penghinaan terhadap rakyat Palestina.
“Gaza bukanlah properti yang dapat diperjualbelikan, dan merupakan bagian integral dari tanah Palestina yang kami duduki. Menangani masalah Palestina dengan mentalitas seorang pedagang real estate adalah resep kegagalan,” kata anggota biro politik Hamas, Izzat al-Risheq.
Al-Risheq juga menegaskan bahwa rakyat Palestina akan melawan segala upaya pengungsian dan deportasi. “Gaza adalah milik rakyatnya,” tambahnya.
Situasi di Gaza tetap tegang dan rawan konflik. Ketegangan antara Israel dan Hamas terus meningkat, dan ancaman terhadap warga sipil di Gaza semakin nyata. Dukungan Trump terhadap tindakan militer Israel semakin memperburuk situasi dan menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya kekerasan dan korban jiwa.