TNI Klarifikasi Polemik Pengadaan Pakaian Dalam Fantastis Rp172 Juta

Mabes TNI memberikan klarifikasi terkait polemik pengadaan celana dalam pria untuk Kodiklat TNI MB TNI senilai Rp172.081.000, yang tercantum dalam Layanan Katalog Pengadaan Pemerintah (LKPP) 2025. Data ini muncul di tengah kontroversi revisi Undang-Undang TNI.

Publik mempertanyakan harga satuan celana dalam yang tertera, yaitu Rp297.000, dianggap terlalu tinggi dibandingkan harga pasaran. Banyak warganet membandingkan harga tersebut dengan harga celana dalam di *e-commerce* yang jauh lebih murah.

Mayjen TNI Hariyanto, saat menjabat Kepala Pusat Penerangan TNI, menjelaskan bahwa pengadaan perlengkapan prajurit, termasuk pakaian dinas dan perlengkapan pribadi, merupakan bagian dari kebutuhan operasional TNI yang terencana dalam anggaran.

“Setiap prajurit TNI… memiliki standar perlengkapan yang harus dipenuhi untuk mendukung tugas pokok dan fungsinya,” ujar Hariyanto pada 20 Maret 2025 di Jakarta. Ia menekankan bahwa pengadaan tersebut telah melalui prosedur yang berlaku, termasuk perencanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban sesuai ketentuan.

1. Reaksi Publik terhadap Pengadaan Celana Dalam

Temuan ini memicu kemarahan warganet. Banyak yang mempertanyakan harga tinggi tersebut, bahkan ada yang menyebut harga satu boks berisi tiga celana dalam di bawah Rp60.000 di *e-commerce*.

“Busyet mahal banget celana dalam Rp297 ribu. Itu satuan atau satu boks isi tiga celana?” tanya seorang warganet di media sosial.

Pernyataan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak yang menyebut “otak kampungan” juga menuai kritik. Warganet menilai pernyataan tersebut tidak pantas mengingat dana yang digunakan berasal dari APBN.

“Sempak saja dibeliin rakyat. Malah mengatakan rakyat kampungan. Dasar gak berakhlak!” ungkap warganet lainnya.

Kekhawatiran juga muncul terkait kemungkinan prajurit TNI bekerja di instansi sipil, mengingat sifat kepatuhan tinggi mereka terhadap atasan. “Militer ini tipikal ‘yes, Man’. Apa kata atasan, bawahan wajib nurut…Yang begitu mau masuk ke pemerintahan?” tanya seorang warganet.

2. Penambahan Tugas TNI dalam Revisi Undang-Undang

Polemik ini juga berkaitan dengan revisi UU TNI yang telah disahkan. Salah satu perubahannya adalah penambahan tugas dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), dari 14 menjadi 16 tugas.

Tugas TNI dalam UU lama (2004) meliputi penanganan gerakan separatis, pemberontakan, terorisme, pengamanan perbatasan, objek vital, perdamaian dunia, pengamanan pejabat negara, pemberdayaan wilayah pertahanan, bantuan pemerintah daerah, bantuan Polri, pengamanan tamu negara, penanggulangan bencana, pencarian dan pertolongan, serta pengamanan pelayaran dan penerbangan.

  • Dua tugas baru yang ditambahkan adalah membantu pemerintah dalam menanggulangi ancaman siber dan melindungi WNI serta kepentingan nasional di luar negeri.

3. Pengesahan Revisi UU TNI di Tengah Penolakan

Meskipun mendapat penolakan luas, DPR tetap mengesahkan revisi UU TNI dalam waktu 37 hari sejak surat presiden diajukan. Pengesahan dilakukan tanpa protes dari fraksi manapun.

“Sekarang saatnya kami minta persetujuan fraksi-fraksi… apakah Rancangan Undang-undang TNI bisa disetujui menjadi undang-undang?” ujar Ketua DPR Puan Maharani.

“Setuju!” jawab ratusan anggota dewan. Nasib revisi UU TNI kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Jika tidak diteken dalam 30 hari, revisi tersebut tetap berlaku.

Kesimpulan: Polemik pengadaan celana dalam TNI dan revisi UU TNI menjadi sorotan publik, memunculkan berbagai kritik dan kekhawatiran terkait transparansi anggaran dan perluasan peran TNI.

Exit mobile version