Tiga Negara Asia Timur Bahas Ancaman Nuklir Korea Utara

Menteri Luar Negeri Korea Selatan (Korsel), China, dan Jepang menegaskan kembali komitmen bersama untuk perdamaian di Semenanjung Korea. Pernyataan ini disampaikan Menlu Korsel Cho Tae-yul usai pertemuan trilateral di Tokyo dengan Menlu China Wang Yi dan Menlu Jepang Takeshi Iwaya.

“Sangatlah tepat waktu dan bermakna bahwa pembicaraan tiga arah hari ini berlangsung dalam konteks kita menjaga momentum kerja sama trilateral, yang dihidupkan kembali oleh pertemuan puncak tahun lalu di Seoul setelah jeda selama 4,5 tahun,” kata Cho dalam konferensi pers bersama.

1. Kerja Sama Ekonomi Trilateral dan Perjanjian Perdagangan Bebas

Pertemuan tersebut juga membahas peningkatan kerja sama ekonomi regional, termasuk negosiasi ulang perjanjian perdagangan bebas. China, dengan populasi gabungan hampir 1,6 miliar jiwa dan output ekonomi melebihi 24 triliun dolar AS bersama Jepang dan Korsel, melihat potensi besar dalam kerja sama ekonomi trilateral ini.

Wang Yi menekankan peran penting Beijing, Tokyo, dan Seoul dalam menjaga stabilitas regional melalui komunikasi, kepercayaan, dan kerja sama yang ditingkatkan. Jepang, melalui Menlu Iwaya, menyatakan dukungan untuk mempercepat penyelenggaraan pertemuan puncak para pemimpin trilateral.

2. Denuklirisasi Korea Utara dan Isu Keamanan Regional

Ketiga negara juga membahas masalah Korea Utara (Korut), termasuk program senjata nuklir dan rudal balistiknya. Jepang kembali menegaskan penolakannya terhadap perubahan status quo secara sepihak melalui kekerasan. Kekhawatiran juga diungkapkan mengenai kerja sama militer Korut-Rusia.

Menlu Korsel, Cho Tae-yul, menekankan pentingnya upaya bersama untuk denuklirisasi penuh Korut dan kepatuhan terhadap sanksi Dewan Keamanan PBB. Jepang juga menyuarakan keprihatinan atas penculikan warga negaranya oleh Korut dan menyerukan kerja sama untuk menyelesaikan masalah ini.

3. Ketidakpastian Global dan Kerja Sama Bilateral

Pertemuan ini berlangsung di tengah ketidakpastian global yang meningkat, termasuk kembalinya Donald Trump sebagai Presiden AS, perang di Ukraina, dan krisis ekonomi di China. Kondisi ini semakin mempertegas pentingnya kerja sama bilateral dan trilateral di Asia Timur.

Krisis politik internal di Korsel dan krisis properti di China turut mewarnai latar belakang pertemuan ini. Pertemuan Menlu trilateral di Busan, November 2023, dan pertemuan puncak para pemimpin di Seoul, Mei 2024, menjadi langkah-langkah sebelumnya dalam membangun kerja sama ini. Persaingan AS-China juga menjadi faktor yang mendorong kerja sama ketiga negara tersebut.

Secara keseluruhan, pertemuan Menlu tiga negara tersebut menunjukkan komitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional, menghadapi tantangan global bersama, dan meningkatkan kerja sama ekonomi di tengah ketidakpastian geopolitik yang meningkat.

Exit mobile version