Polemik deportasi ratusan warga Venezuela dari Amerika Serikat (AS) ke El Salvador terus bergulir. Menteri Dalam Negeri Venezuela, Diosdado Cabello, membantah klaim AS bahwa mereka merupakan anggota geng kriminal Tren de Aragua. “Apa sebenarnya Tren de Aragua? Kami melihat bahwa Tren de Aragua adalah sebuah naratif untuk membuat stigma pada warga Venezuela. Tidak ada satu pun orang yang dideportasi ke El Salvador adalah anggota Tren de Aragua,” tegas Cabello.
Sebelumnya, AS mendeportasi 238 migran Venezuela ke El Salvador dengan tuduhan keterlibatan dalam geng kriminal tersebut. Mereka ditempatkan di Centro de Confinamiento del Terrorismo (CECOT). Pernyataan Cabello ini langsung dibantah oleh Presiden AS Donald Trump yang memastikan semua yang dideportasi telah menjalani investigasi mendalam. “Saya sudah mengatakan bahwa mereka sudah menjalani proses investigasi yang mendalam dan proses ini akan berlanjut di El Salvador. Terdapat anggota geng kriminal yang telah melakukan tindakan sangat buruk dan orang dari latar belakang yang buruk,” ujar Trump.
1. Tuduhan Perlakuan Buruk dan Pelanggaran HAM
Dutabesar Venezuela di PBB, Alexander Yanez, mengungkapkan adanya dugaan perlakuan buruk selama proses deportasi. Ia menyebut AS membayar El Salvador untuk setiap terduga anggota geng kriminal Venezuela yang dideportasi. “AS membayar El Salvador sejumlah uang untuk setiap terduga anggota geng kriminal Venezuela yang dideportasi. Proses ini diduga dilakukan dengan buruk dan terdapat bukti yang dipublikasikan oleh otoritas El Salvador,” kata Yanez. Ia juga menuduh AS menggunakan Pasal 1798 tentang Musuh Asing, mengingatkan pada tindakan serupa pada warga Jepang selama Perang Dunia II.
Yanez lebih jauh menuding kerja sama AS-El Salvador telah menormalisasi perdagangan migran sebagai aktivitas ekonomi baru, serta melibatkan sayap kanan Venezuela. Klaim ini tentu saja memerlukan pembuktian lebih lanjut dan investigasi independen untuk memverifikasi kebenarannya.
2. Respons El Salvador dan Permintaan Pemulangan
Komisi HAM El Salvador, melalui Andres Guzman, menyatakan keterbukaan terhadap dugaan penahanan yang salah. “Dalam kasus bahwa seseorang mempercayai bahwa warga yang dideportasi adalah kerabatnya menunjukkan bahwa kebebasan mereka telah dicabut atau terdapat sebuah masalah langsung soal intervensi hak-hak manusia. Mereka dapat pergi ke kantor kami. Kami sangat terbuka soal itu,” jelas Guzman.
Guzman menjelaskan bahwa meskipun kantornya belum beroperasi penuh, mereka memiliki wewenang untuk menerima dan menindaklanjuti informasi terkait dugaan penahanan yang tidak adil. Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, telah meminta Presiden El Salvador, Nayib Bukele, untuk memulangkan warga negaranya. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari Bukele.
3. Pertanyaan Mengenai Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam proses deportasi. Adanya klaim yang saling bertentangan antara pemerintah AS, Venezuela, dan El Salvador membutuhkan investigasi internasional yang independen untuk mengungkap kebenaran. Perlu diteliti apakah proses deportasi telah sesuai dengan hukum internasional dan hak asasi manusia.
Selain itu, perlu diteliti pula dugaan keterlibatan unsur ekonomi dalam proses deportasi tersebut. Tuduhan perdagangan migran sebagai aktivitas ekonomi baru membutuhkan penyelidikan yang mendalam untuk mengungkap jaringan dan aktor yang terlibat. Keterbukaan informasi dari semua pihak yang terkait sangat penting untuk memastikan keadilan dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
Kesimpulannya, kasus deportasi warga Venezuela ini menyoroti kompleksitas masalah migrasi dan penegakan hukum internasional. Kejelasan dan transparansi dalam proses hukum, serta perlindungan hak asasi manusia, merupakan hal yang krusial untuk menyelesaikan masalah ini.