Meninggal Ramadan: Keistimewaan dan Pandangan Ulama Tentang Kematian Suci

Kematian merupakan realita yang pasti dialami setiap makhluk hidup, termasuk manusia. Ajaran Islam menegaskan hal ini dengan jelas melalui Al-Qur’an. Ketetapan Ilahi ini menjadi landasan pemahaman kita tentang siklus kehidupan dan kematian.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 35: “Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Kami menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Kepada Kamilah kamu akan dikembalikan.” Ayat ini menekankan bahwa kematian adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan, sebuah ujian yang harus dihadapi setiap manusia.

Surah Al-Jumu’ah ayat 8 juga menegaskan hal serupa: “Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya pasti akan menemuimu. Kamu kemudian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan kematian dan mempersiapkan diri menghadapi hari perhitungan.

Keyakinan sebagian orang bahwa meninggal di bulan suci Ramadan memiliki keistimewaan, khususnya bulan Ramadan yang mulia dalam Islam, perlu dikaji lebih dalam. Apakah memang ada dalil yang mendukung anggapan tersebut?

Benarkah Meninggal di Bulan Ramadan Tergolong Istimewa?

Buku Jawahir Al Bukhari karya Syaikh Muhammad Musthafa Imarah menjelaskan bahwa meninggal di bulan Ramadan memang istimewa, namun hanya berlaku bagi orang-orang saleh. Keistimewaan tersebut bukan semata-mata karena meninggal di bulan Ramadan, melainkan karena amal baik yang telah dilakukan semasa hidup.

Kehidupan seseorang yang dipenuhi dengan kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT akan memberikan nilai positif terhadap kematian mereka, terlepas dari waktu kematiannya. Ramadan hanya menjadi latar waktu, bukan faktor penentu utama.

Ustaz Adi Hidayat menjelaskan bahwa meninggal di bulan Ramadan tidak lantas menjamin kematian dalam keadaan baik. Kualitas kematian seseorang bergantung pada amal perbuatannya selama hidup di dunia. Oleh karena itu, fokus utama kita seharusnya adalah pada peningkatan amal ibadah dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Fatwa Syekh Nur Ali Salman dari Dairatul Ifta Yordania juga menegaskan bahwa bulan Ramadan bukan indikator seseorang masuk surga. Surga merupakan anugerah Allah SWT yang diberikan berdasarkan amal saleh yang telah dilakukan selama hidup. Wafat di bulan Ramadan hanyalah sebuah kebetulan, bukan jaminan masuk surga.

Baik Al-Qur’an maupun hadits tidak secara eksplisit menjelaskan keistimewaan meninggal di bulan Ramadan. Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dalam menafsirkan hal ini dan lebih fokus pada peningkatan ketaqwaan dan amal saleh dalam kehidupan sehari-hari.

Hadits Rasulullah SAW tentang Meninggal dalam Keadaan Berpuasa

Buku Keistimewaan Puasa Menurut Syariat & Kedokteran oleh Syeikh Mutawalli Sya’rawi menyebutkan sebuah hadits yang terkait dengan meninggal dalam keadaan berpuasa. Hadits tersebut menjelaskan tentang seseorang yang mengucapkan syahadat, menunaikan salat lima waktu, berpuasa Ramadan, mengerjakan ibadah di bulan Ramadan, dan menunaikan zakat.

Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang meninggal dalam kondisi tersebut termasuk golongan syuhada’ dan shiddiqin. Hadits ini menekankan pentingnya amalan-amalan tersebut, bukan hanya sekadar meninggal di bulan Ramadan.

Kesimpulannya, meskipun meninggal di bulan Ramadan mungkin dianggap istimewa oleh sebagian orang, namun hal tersebut tidak didukung oleh dalil yang kuat dalam Al-Qur’an maupun hadits. Keistimewaan kematian seseorang lebih bergantung pada amal saleh yang telah dilakukan semasa hidupnya, bukan waktu kematiannya.

Lebih baik kita fokus pada peningkatan amal ibadah dan ketaqwaan kepada Allah SWT, agar kita dapat meninggal dalam keadaan husnul khotimah (kematian yang baik). Wallahu a’lam bishawab.

Exit mobile version