Tidur Orang Puasa: Ibadahkah? Kajian Kevalidan Haditsnya

Tidur saat berpuasa seringkali menjadi pertanyaan bagi umat muslim. Ada hadits yang menyatakan bahwa tidur orang yang berpuasa adalah ibadah. Namun, perlu diteliti lebih lanjut keabsahan hadits tersebut.

Beberapa hadits yang menyebutkan hal ini dinilai dhaif atau lemah oleh para ulama hadits seperti Ibnu Abi Aufa, Al-Hafizh Al-Iraqi, dan Al-Albani. Kelemahan sanad atau rangkaian periwayatan hadits menjadi alasan utama penilaian tersebut. Oleh karena itu, hadits-hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam beragama.

Status Hadits Tidur Saat Puasa

Hadits-hadits yang menyebutkan tidur orang puasa sebagai ibadah memiliki beberapa redaksi. Satu riwayat menyebutkan, “Tidurnya orang puasa adalah ibadah,” (HR Ibnu Abi Aufa). Riwayat lain menambahkan, “…diamnya adalah tasbih, dan diamnya adalah doa yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.” (HR Baihaqi). Riwayat lainnya dari Tammam menyebutkan, “Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”

Namun, kelemahan sanad pada hadits-hadits ini membuat para ahli hadits menetapkan status dhaif atau lemah. Hadits dhaif tidak bisa dijadikan landasan hukum dalam Islam karena kurangnya kekuatan dan keandalan dalam periwayatannya.

Hukum Tidur Saat Puasa

Meskipun hadits tentang tidur sebagai ibadah lemah, tidur saat puasa hukumnya mubah atau diperbolehkan. Tidur bukanlah ibadah tersendiri, melainkan aktivitas yang biasa dilakukan manusia. Namun, tidur dapat mendukung ibadah jika dilakukan dengan tujuan tertentu.

Contohnya, tidur untuk menjaga agar tidak berbuka sebelum waktunya atau untuk mengistirahatkan tubuh agar tetap kuat menjalankan ibadah lainnya. Tidur yang bertujuan positif seperti ini dapat memberikan manfaat bagi ibadah.

Pendapat ini didukung oleh Syekh Muhammad bin ‘Umar an-Nawawi al-Bantani. Beliau menjelaskan bahwa hadits tersebut berlaku bagi orang yang berpuasa dan tidak melakukan perbuatan yang membatalkan puasa seperti ghibah. Tidur, meskipun inti dari kelupaan, bisa menjadi ibadah karena membantu menjalankan ibadah lainnya.

Jenis Tidur yang Tercela

Perlu diingat, tidak semua tidur orang puasa dinilai positif. Tidur karena malas, kekenyangan setelah sahur, atau karena menghindari aktivitas merupakan contoh tidur yang tercela. Jenis tidur seperti ini tidak memiliki nilai ibadah dan bahkan bisa dianggap kurang baik.

Kesimpulan

Kesimpulannya, tidur saat berpuasa diperbolehkan (mubah), tetapi tidak otomatis menjadi ibadah. Nilai ibadah puasa terletak pada niat, menahan hawa nafsu, dan menjalankan berbagai amal saleh lainnya. Tidur hanya aktivitas penunjang, dan kualitasnya bergantung pada niat dan tujuannya.

Oleh karena itu, fokus utama dalam berpuasa adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Istirahat yang cukup juga penting agar kita dapat beribadah dengan khusyuk dan semangat.

Wallahu a’lam bisshawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *