Puasa Ramadan merupakan ibadah penting bagi umat Muslim. Selain menahan lapar dan haus, puasa juga menuntut pengendalian hawa nafsu, termasuk nafsu seksual. Kegagalan mengendalikan diri dapat mengurangi nilai ibadah bahkan membatalkan puasa.
Pertanyaan mengenai kebolehan suami istri bermesraan saat puasa sering muncul. Pendapat ulama terkait hal ini beragam, membuat pemahaman yang komprehensif menjadi penting.
Pendapat Ulama tentang Bermesraan Suami Istri Saat Puasa
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum bermesraan bagi pasangan suami istri yang sedang berpuasa. Beberapa berpendapat hal tersebut mubah, sementara yang lain menganggapnya makruh.
Pendapat yang Membolehkan (Mubah)
Ulama yang berpendapat mubah berlandaskan pada pemahaman bahwa bermesraan tanpa disertai syahwat dianggap tidak membatalkan puasa. Contohnya, cium kening, cium tangan, atau pelukan yang dilandasi kasih sayang.
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim tentang Aisyah RA dan Rasulullah SAW seringkali dijadikan rujukan. Hadits tersebut menggambarkan interaksi mesra antara keduanya saat berpuasa, menunjukkan bahwa sentuhan fisik yang tidak mengarah pada syahwat diperbolehkan.
Rasulullah SAW juga menggunakan analogi berkumur saat puasa. Berkumur tidak membatalkan puasa selama air tidak ditelan, begitu pula bermesraan jika tidak sampai menimbulkan syahwat.
Hadits dari Umar RA juga mendukung pendapat ini. Umar RA bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai ciuman dengan istrinya saat puasa, dan Rasulullah SAW menganalogikannya dengan berkumur.
Pendapat yang Membenci (Makruh)
Sebagian ulama berpendapat bahwa bermesraan saat puasa hukumnya makruh, bahkan bisa menjadi haram jika disertai syahwat yang mengarah pada hubungan intim.
Pendapat ini didasarkan pada hakikat puasa yang mengharuskan menahan segala nafsu, termasuk syahwat. Walaupun ada hadits yang menggambarkan kemesraan Rasulullah SAW dan Aisyah RA, nabi SAW tetap mampu mengendalikan diri agar tidak melampaui batas.
Kekhawatiran akan hilangnya kendali dan berujung pada hubungan intim yang membatalkan puasa menjadi dasar pendapat ini. Jika terjadi hubungan intim dan keluar mani, maka puasa batal dan wajib mengqadha serta membayar kafarat.
Kesimpulannya, meski ada perbedaan pendapat, bermesraan diperbolehkan selama tidak disertai syahwat yang mengarah pada hubungan seksual. Namun, lebih bijak jika suami istri menjaga diri dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan syahwat selama berpuasa.
Penting untuk selalu berhati-hati dan memprioritaskan menjaga kesucian ibadah puasa. Wallahu a’lam bish-shawab.
Selain itu, perlu diingat bahwa kondisi fisik dan mental masing-masing pasangan berbeda. Komunikasi yang terbuka dan saling memahami antara suami istri sangat penting untuk menjaga keharmonisan rumah tangga dan kesucian ibadah puasa.
Menjaga batasan dan saling menghormati adalah kunci utama dalam menjaga kesucian ibadah puasa. Saling mengingatkan dan mendukung satu sama lain dalam menjalankan ibadah akan memperkuat ikatan spiritual dan mempererat hubungan suami istri.