Polres Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, baru-baru ini meluncurkan program unik dalam penegakan hukum lalu lintas, yaitu ‘Tilang Syariah’. Program ini bukan bertujuan untuk mengganti peraturan lalu lintas yang sudah ada, melainkan sebagai pendekatan alternatif yang lebih humanis.
Konsep ‘Tilang Syariah’ ini menawarkan kesempatan bagi pelanggar lalu lintas untuk membaca ayat-ayat suci Al-Quran sebagai pengganti sanksi tilang konvensional. Syaratnya, pelanggar harus mampu membuktikan kemampuan membaca Al-Quran dengan baik dan benar.
Jika pelanggar berhasil membaca ayat Al-Quran dengan lancar, polisi akan mengurungkan niat untuk menilang dan hanya memberikan imbauan agar tidak mengulangi pelanggaran tersebut. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran berlalu lintas dan sekaligus meningkatkan minat masyarakat untuk membaca dan mempelajari Al-Quran.
Tujuan dan Implementasi Tilang Syariah
Kepala Satuan Lantas Polres Lombok Tengah, AKP Puteh Rinaldi, menjelaskan bahwa program ini bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai keagamaan di masyarakat, sekaligus mendorong minat membaca Al-Quran. Penerapannya pun tidak hanya ditujukan kepada petugas kepolisian, tetapi juga diharapkan dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas.
AKP Puteh menambahkan bahwa program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif, baik dari sisi penegakan hukum maupun peningkatan kualitas keagamaan masyarakat Lombok Tengah. Pihaknya optimistis program ini akan terus diterapkan dan dikembangkan ke depannya.
Namun, perlu ditekankan bahwa program ini bersifat tambahan dan tidak menggantikan sanksi tilang yang sudah ada dalam peraturan perundang-undangan. Pelanggar yang tidak mampu memenuhi syarat membaca Al-Quran akan tetap dikenakan sanksi tilang sesuai prosedur yang berlaku.
Perdebatan dan Pertimbangan Hukum
Program ‘Tilang Syariah’ ini menuai beragam reaksi, termasuk dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Indra Permana Soediro. Beliau menilai bahwa program ini memiliki niat yang baik, namun perlu dikaji lebih lanjut agar selaras dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Polri.
Dede menekankan pentingnya keselarasan antara program ini dengan aturan lalu lintas yang berlaku. Ia menyoroti pentingnya keseragaman penegakan hukum bagi seluruh warga negara Indonesia, tanpa memandang latar belakang agama atau kepercayaan.
Menurut Dede, peraturan lalu lintas haruslah jelas, terukur, dan berlaku sama bagi semua. Ia menyarankan agar fokus utama tetap pada edukasi dan penegakan aturan lalu lintas yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan pada aspek keagamaan.
Aspek Keagamaan dan Persamaan Hukum
Implementasi ‘Tilang Syariah’ menimbulkan perdebatan mengenai bagaimana program ini dapat diintegrasikan dengan prinsip persamaan hukum di Indonesia. Penting untuk memastikan bahwa program ini tidak diskriminatif dan tidak melanggar prinsip-prinsip keadilan yang berlaku.
Diperlukan kajian mendalam untuk memastikan bahwa program ini tidak menyebabkan ketidakadilan atau perlakuan yang berbeda bagi warga negara yang berlatar belakang agama yang berbeda. Hal ini untuk menghindari potensi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hukum dan HAM.
Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi antara niat baik program ini dengan regulasi hukum yang berlaku di Indonesia. Agar program ini benar-benar efektif dan berkeadilan, perlu ada formulasi yang lebih matang dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk aspek hukum dan sosial kemasyarakatan.
Kesimpulannya, meskipun program ‘Tilang Syariah’ bertujuan mulia, penting untuk mempertimbangkan secara matang aspek hukum dan keadilan agar tidak terjadi diskriminasi dan pelanggaran prinsip persamaan di hadapan hukum bagi seluruh warga negara Indonesia.