Banjir Bekasi: Hujan Ekstrem & Perubahan Lahan Puncak Picu Bencana

Banjir parah yang melumpuhkan Kota Bekasi beberapa waktu lalu disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menjelaskan bahwa hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut merupakan hujan dengan siklus 25 tahunan (Q25), intensitasnya dua kali lebih tinggi daripada hujan penyebab banjir besar tahun 2020. Curah hujan mencapai angka lebih dari 1.100 mm per detik.

Selain intensitas hujan yang ekstrem, perubahan tata guna lahan di kawasan Puncak 2 juga menjadi faktor penting yang berkontribusi terhadap bencana ini. Kawasan Puncak 2, berbeda dengan Puncak 1 yang berdampak pada Jakarta, mempengaruhi aliran air ke Kota dan Kabupaten Bekasi. Perubahan tata guna lahan ini mengurangi daya serap air tanah dan mempercepat aliran permukaan, sehingga memperparah dampak hujan deras.

Faktor lain yang memperburuk situasi adalah pasang surut air laut (rob). Rob memperlambat pengaliran air ke laut, sehingga genangan air bertahan lebih lama dan meluas. Wali Kota Tri Adhianto menyetujui usulan Presiden Prabowo untuk membangun tanggul besar di sepanjang pantai utara sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah rob ini.

Analisis Lebih Dalam Penyebab Banjir Bekasi

Intensitas hujan Q25 yang disebutkan Wali Kota Tri Adhianto menunjukkan perlunya antisipasi lebih matang terhadap fenomena cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim. Data curah hujan yang mencapai lebih dari 1.100 mm per detik menunjukkan betapa besarnya volume air yang harus ditangani oleh sistem drainase Kota Bekasi.

Perubahan tata guna lahan di Puncak 2, seperti alih fungsi lahan hutan menjadi permukiman atau perkebunan, mengurangi kemampuan kawasan tersebut untuk menyerap air hujan. Akibatnya, air hujan mengalir deras ke daerah hilir, meningkatkan volume air yang mencapai Kota Bekasi dan memperparah banjir.

Peran rob dalam memperpanjang durasi banjir juga tak bisa diabaikan. Kondisi pasang air laut membuat air sungai dan saluran drainase sulit mengalir ke laut, sehingga genangan air semakin meluas dan bertahan lebih lama. Pembangunan tanggul laut yang diusulkan merupakan langkah strategis untuk mengatasi masalah ini, namun memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang matang.

Upaya Penanganan dan Pencegahan Banjir di Masa Mendatang

Meskipun banjir telah surut dan Kota Bekasi berangsur pulih, peristiwa ini menjadi pelajaran berharga untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana serupa di masa mendatang. Beberapa langkah strategis perlu segera dilakukan:

  • Peningkatan kapasitas infrastruktur drainase dan sistem pengelolaan air hujan.
  • Rehabilitasi dan restorasi lahan di kawasan Puncak 2 untuk meningkatkan daya serap air.
  • Penegakan aturan tata ruang dan pengendalian alih fungsi lahan.
  • Pengembangan sistem peringatan dini banjir yang akurat dan efektif.
  • Pembangunan tanggul laut utara sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi rob.
  • Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dan mencegah tindakan yang memperparah bencana.

Selain itu, penting untuk melakukan studi komprehensif untuk mengidentifikasi titik-titik rawan banjir dan merumuskan strategi mitigasi yang tepat sasaran. Kolaborasi antar pemerintah daerah, stakeholder terkait, dan masyarakat sangat krusial untuk keberhasilan upaya pencegahan banjir ini. Peristiwa ini harus menjadi momentum untuk membangun Kota Bekasi yang lebih tangguh terhadap bencana.

Langkah-langkah ini tidak hanya akan mengurangi risiko banjir di masa mendatang, tetapi juga akan meningkatkan kualitas hidup warga Kota Bekasi dan menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan.

Hoegeng Awards 2025: Usulkan polisi teladan di sekitar Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *