DPD RI Periksa Ni Luh Djelantik: Klarifikasi Pernyataan Kontroversial Terungkap

Anggota DPD RI Dapil Bali, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik, tengah menjalani penyelidikan dan verifikasi faktual oleh Badan Kehormatan (BK) DPD atas dugaan pelanggaran kode etik. Penyelidikan ini bermula dari laporan pengacara Axl Mattew Situmorang dan Togar Situmorang kepada BK DPD RI.

Laporan tersebut menyangkut dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ni Luh Djelantik terkait tanggapannya atas pernyataan Togar Situmorang mengenai aturan pengemudi taksi online di Bali yang harus memiliki KTP Bali. Ratusan anggota Forum Driver Pariwisata Bali mendatangi Kantor Perwakilan DPD Bali untuk memberikan dukungan kepada Ni Luh Djelantik, yang dianggap selalu memperjuangkan kepentingan Bali.

Gustu Kompyang, Wakil Koordinator Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali, menyatakan dukungannya terhadap Ni Luh Djelantik, berharap proses verifikasi berjalan lancar dan permasalahan di Bali dilihat dari berbagai sisi. Ia menekankan bahwa dukungan tersebut terlepas dari cara Ni Luh Djelantik menyampaikan pendapatnya.

Kontroversi bermula dari unggahan Ni Luh Djelantik menanggapi pernyataan Togar. Dalam unggahan tersebut, Ni Luh Djelantik menggunakan frasa “lebian munyi” yang dianggap oleh Togar sebagai penghinaan dan berlebihan. Axl Situmorang juga turut angkat bicara melalui unggahan di Instagram, menilai tindakan Ni Luh Djelantik tidak bijak sebagai seorang politisi.

Axl menjelaskan bahwa laporannya berfokus pada tindakan Ni Luh Djelantik, bukan pada substansi aturan KTP Bali. Ia menilai tindakan Ni Luh Djelantik mempermalukan dan mendiskreditkan pendapat Togar, serta melakukan penggiringan opini. Axl menegaskan bahwa mereka mendukung regulasi yang nantinya akan diputuskan pemerintah.

Axl dan Togar melaporkan Ni Luh Djelantik atas dugaan pelanggaran Pasal 5 Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Pasal tersebut menekankan pentingnya anggota DPD bersikap terbuka dan tidak mendiskreditkan siapapun dalam merespons aspirasi masyarakat.

Proses verifikasi faktual tertutup dilakukan pada Jumat, 7 Maret 2025, melibatkan 16 anggota BK DPD, termasuk Ketua BK DPD, Ismeth Abdullah. Ni Luh Djelantik didampingi kuasa hukumnya. Dalam verifikasi, Ni Luh Djelantik menjelaskan kronologi kejadian dari sudut pandangnya.

Ni Luh Djelantik mengakui penggunaan frasa “lebian munyi” tetapi membela diri dengan mengatakan bahwa ia menggunakan bahasa sehari-hari dan tidak bermaksud menyerang pribadi siapapun. Ia menekankan bahwa fokus permasalahan sebenarnya adalah aturan KTP Bali untuk pengemudi taksi online, serta mengatakan bahwa regulasi serupa telah diterapkan di daerah lain dan di Bali, aplikator transportasi online telah merespons positif pada April 2024.

Ni Luh Djelantik menyerahkan keputusan akhir kepada BK DPD dan menyatakan akan tetap fokus bekerja menyerap aspirasi masyarakat. Axl dan Togar juga menunggu keputusan dari BK DPD.

Proses dan Keputusan Badan Kehormatan DPD

Ketua BK DPD, Ismeth Abdullah, menjelaskan bahwa informasi yang dikumpulkan akan dibawa ke Senayan untuk dirumuskan. Keputusan terkait nasib Ni Luh Djelantik akan diputuskan paling lambat 13 Maret 2025, sebelum sidang paripurna berikutnya. Ismeth Abdullah menekankan kunjungan BK DPD ke Bali sebagai bentuk kepedulian dan memastikan tidak ada surat peringatan yang dikeluarkan kepada Ni Luh Djelantik sebelumnya.

Proses ini menekankan pentingnya menjaga etika dan kode etik di lembaga legislatif. Pernyataan-pernyataan yang dianggap kontroversial menunjukkan perlunya kehati-hatian dalam komunikasi publik, khususnya bagi para pejabat publik. Hasil keputusan BK DPD akan menjadi preseden penting bagi anggota DPD lainnya terkait penggunaan bahasa dan etika dalam berpolitik.

Peristiwa ini juga menyoroti kompleksitas isu regulasi transportasi online di Bali, dan bagaimana kepentingan berbagai pihak, termasuk para pengemudi dan pemerintah daerah, harus dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Perdebatan seputar regulasi tersebut menunjukkan perlunya dialog konstruktif dan terbukanya ruang untuk aspirasi semua pihak yang terkait.

Implikasi dan Analisis Lebih Lanjut

Kasus ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya tanggung jawab dan kehati-hatian dalam berkomunikasi di era media sosial. Pernyataan kontroversial, meskipun tidak bermaksud merugikan, dapat menimbulkan persepsi negatif dan berdampak pada citra publik. Ke depan, diharapkan para pejabat publik semakin bijak dalam menggunakan media sosial serta lebih memperhatikan etika dan norma dalam berinteraksi dengan masyarakat.

Lebih lanjut, kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyelidikan pelanggaran etika di lembaga legislatif. Kecepatan proses penyelesaian kasus ini menunjukkan komitmen BK DPD untuk menangani laporan pelanggaran kode etik secara cepat dan adil. Keputusan yang diambil nantinya akan menjadi barometer bagi penegakan etika di lingkungan DPD RI.

Exit mobile version