Israel Putus Pasokan Listrik Gaza: Langkah Tegas Menteri Energi Picu Krisis

Menteri Energi Israel, Eli Cohen, mengumumkan penghentian pasokan listrik ke Jalur Gaza. Pengumuman ini disampaikan melalui pernyataan video pada Senin, 10 Maret 2025, seminggu setelah Israel memblokir semua bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.

“Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza,” tegas Cohen. Ia menambahkan, “Kami akan menggunakan semua alat yang kami miliki untuk membawa kembali para sandera dan memastikan bahwa Hamas tidak lagi berada di Gaza sehari setelah perang.”

Langkah ini mengingatkan pada awal konflik, ketika Israel menerapkan pengepungan total termasuk pemutusan listrik. Satu-satunya jaringan listrik yang menghubungkan Israel dan Gaza memasok pabrik desalinasi air utama, melayani lebih dari 600.000 penduduk. Terputusnya pasokan listrik berdampak besar pada akses air bersih di Gaza.

Penduduk Gaza sebagian besar bergantung pada panel surya dan generator berbahan bakar untuk kebutuhan listrik mereka. Sambungan ke pabrik desalinasi sempat terputus setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, kemudian dipulihkan pada Juli 2024. Namun, kerusakan akibat perang membuat pabrik tersebut baru dapat beroperasi kembali pada Desember 2024.

Konteks Politik dan Kemanusiaan

Keputusan pemutusan pasokan listrik ini terjadi di tengah kebuntuan negosiasi gencatan senjata. Israel telah memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza hingga Hamas memenuhi persyaratan mereka untuk perpanjangan gencatan senjata. Fase pertama gencatan senjata berakhir pada 1 Maret 2025, dan memungkinkan masuknya bantuan makanan, tempat tinggal, dan medis.

Israel menginginkan perpanjangan fase pertama hingga pertengahan April, sementara Hamas mendesak transisi ke fase kedua untuk mengakhiri konflik secara permanen. Hamas menuding Israel melakukan kejahatan perang dengan menghentikan bantuan, menyebut tindakan ini sebagai hukuman kolektif yang juga membahayakan sandera Israel yang masih ditahan di Gaza.

Dari 251 sandera yang ditangkap selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, 58 orang masih berada di wilayah Palestina, termasuk 34 yang dikonfirmasi tewas oleh militer Israel. Tekanan internasional meningkat untuk mendorong pembebasan para sandera.

Eskalasi Konflik dan Rencana Israel

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memperingatkan Hamas akan konsekuensi yang tak terbayangkan jika tidak segera membebaskan sandera. Laporan media Israel menyebutkan rencana Israel untuk meningkatkan tekanan terhadap Hamas, yang disebut “Rencana Neraka”.

Rencana tersebut mencakup pengusiran penduduk dari utara ke selatan Gaza, penghentian pasokan listrik, dan dimulainya kembali pertempuran skala penuh. Ancaman ini meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik dan krisis kemanusiaan yang lebih besar di Gaza.

Pengepungan total yang diberlakukan Israel setelah 9 Oktober 2023, memutus pasokan air, listrik, dan makanan, meskipun ada pelonggaran dan pengetatan akses bantuan hingga gencatan senjata memberikan peningkatan akses bagi truk bantuan kemanusiaan. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang tanggung jawab kemanusiaan dan hukum internasional.

Pemutusan pasokan listrik ke Gaza merupakan langkah yang sangat kontroversial, memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah mengerikan di wilayah tersebut. Langkah ini juga berpotensi memicu reaksi lebih lanjut dari Hamas dan kelompok-kelompok Palestina lainnya, meningkatkan risiko eskalasi konflik yang lebih luas.

Situasi ini membutuhkan penyelesaian diplomatik yang segera, menekankan pentingnya bantuan kemanusiaan dan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional. Pembebasan sandera dan negosiasi gencatan senjata yang adil dan berkelanjutan menjadi kunci untuk mengakhiri penderitaan penduduk Gaza dan mencegah eskalasi konflik yang lebih besar.

(lir/lir)

Hoegeng Awards 2025: Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu. Usulkan di sini.

Exit mobile version