Badan Gizi Nasional (BGN) menargetkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan menjangkau 6 juta penerima manfaat hingga Agustus 2025. Namun, tantangan besar berupa efisiensi anggaran dan kenaikan harga bahan pokok menjadi kendala utama.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengakui kenaikan harga bahan pangan akan signifikan meningkatkan biaya program MBG. Oleh karena itu, BGN berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menstabilkan rantai pasok dan mengantisipasi lonjakan harga.
Dadan menjelaskan bahwa upaya menjaga stabilitas rantai pasok sangat penting. Mereka berupaya memastikan ketersediaan bahan pangan untuk mencapai target 6 juta penerima manfaat pada Agustus 2025.
Tantangan MBG: Anggaran dan Kenaikan Harga Bahan Pokok
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi program MBG adalah lonjakan harga bahan pokok. Kenaikan ini berdampak langsung pada anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan makanan bergizi bagi para penerima manfaat.
Untuk mengatasi hal ini, BGN terus berupaya meningkatkan efisiensi anggaran dan mencari solusi alternatif untuk menekan biaya operasional. Kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk pemasok lokal, menjadi kunci keberhasilan.
Pemerintah telah menggelontorkan dana yang cukup besar untuk program MBG. Namun, dengan meningkatnya jumlah penerima manfaat dan harga bahan pokok, diperlukan perencanaan dan pengawasan anggaran yang lebih ketat.
Peningkatan Signifikan Penerima Manfaat
Setelah Agustus 2025, jumlah penerima manfaat MBG akan meningkat drastis. Targetnya mencapai 82,9 juta penerima pada November 2025. Ini berarti kebutuhan bahan pangan akan melonjak tajam.
Peningkatan jumlah penerima manfaat ini akan membutuhkan peningkatan signifikan dalam pengadaan bahan pangan, terutama komoditas utama seperti beras, telur, dan protein hewani lainnya. Perencanaan yang matang sangat krusial.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, BGN memerlukan strategi pengadaan yang efektif dan efisien. Hal ini termasuk memastikan ketersediaan pasokan bahan pangan yang cukup dan harga yang terjangkau.
Strategi Pengadaan dan Distribusi
BGN memastikan pengadaan bahan baku MBG dilakukan melalui koperasi, UMKM, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Hal ini bertujuan untuk memberdayakan ekonomi lokal dan menjamin ketersediaan bahan baku.
Dengan melibatkan koperasi, UMKM, dan BUMDes, BGN berharap dapat membangun rantai pasok yang kuat dan berkelanjutan. Sistem ini diharapkan dapat menjamin kualitas dan ketersediaan bahan pangan.
Selain itu, BGN juga memperhatikan keberagaman menu makanan sesuai dengan potensi sumber daya lokal dan kebiasaan makan masyarakat di setiap daerah. Hal ini penting untuk memastikan penerimaan dan efektivitas program.
Standar Gizi dan Adaptasi Lokal
BGN tidak menetapkan standar menu nasional yang seragam. Mereka menetapkan standar komposisi gizi yang harus dipenuhi, sementara menu makanan disesuaikan dengan potensi sumber daya lokal dan kebiasaan masyarakat setempat.
Di Jawa Barat, misalnya, nasi menjadi makanan pokok, sementara di Papua, papeda lebih umum dikonsumsi. Di daerah pesisir, ikan menjadi sumber protein utama, berbeda dengan daerah lain yang mungkin mengandalkan telur atau ayam.
Dengan pendekatan ini, BGN memastikan program MBG tidak hanya efektif dalam pemenuhan gizi, tetapi juga menghormati keberagaman budaya dan kearifan lokal dalam pola makan masyarakat Indonesia.
Kesimpulan
Program MBG menghadapi tantangan besar, terutama terkait dengan kenaikan harga bahan pokok dan peningkatan jumlah penerima manfaat. Namun, dengan strategi yang tepat, kolaborasi yang kuat, dan adaptasi terhadap kondisi lokal, program ini berpotensi besar untuk berhasil dalam memberikan akses makanan bergizi kepada masyarakat Indonesia.
Keberhasilan program MBG sangat bergantung pada kemampuan BGN dalam mengelola anggaran, menjaga stabilitas rantai pasok, dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Perencanaan yang matang dan pengawasan yang ketat sangatlah penting.