Ketua Umum DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri), Agum Gumelar, mengusulkan perpanjangan usia pensiun TNI. Saat ini, bintara dan tamtama pensiun pada usia 53 tahun, sementara prajurit berpangkat tertinggi pensiun pada usia 58 tahun. Agum Gumelar menilai usia pensiun tersebut masih terlalu dini.
Dalam rapat kerja Komisi I DPR RI pada Senin (10/3/2025), Agum Gumelar menyatakan, “Dan saya bisa merasakan sendiri Pak, saya pensiun umur 55 pak, mungkin boleh dibilang masih lucu-lucunya pak, tapi umur 55 ini harus pensiun, sekarang ini 58 juga masih yaaa masih lucu-lucunya.” Pernyataan ini disambut gelak tawa para anggota Pepabri yang hadir.
Ia berpendapat bahwa dengan harapan hidup masyarakat Indonesia yang mencapai 73 tahun, revisi Undang-Undang TNI perlu mempertimbangkan penambahan masa kerja prajurit. Agum Gumelar mengusulkan agar usia pensiun bintara dinaikkan dari 53 menjadi 58 tahun, dan perwira dari 58 menjadi 60 tahun.
“Jadi saya rasa tidak berlebihan kalau revisi ini menyatakan bahwa usia pensiun ini diperpanjang,” tegas Agum Gumelar. Menurutnya, perpanjangan usia pensiun ini merupakan langkah yang wajar dan tidak berlebihan mengingat usia pensiun ASN yang telah dinaikkan menjadi 60 tahun.
Alasan di Balik Usulan Perpanjangan Usia Pensiun TNI
Usulan perpanjangan usia pensiun TNI ini didorong oleh beberapa faktor penting. Selain alasan yang disampaikan oleh Agum Gumelar mengenai harapan hidup masyarakat dan keselarasan dengan usia pensiun ASN, terdapat pertimbangan lain yang perlu diperhatikan.
Pengalaman dan keahlian yang dimiliki prajurit TNI yang telah bertugas selama bertahun-tahun merupakan aset berharga bagi institusi. Dengan memperpanjang masa kerja mereka, TNI dapat mempertahankan kapabilitas dan profesionalisme anggotanya.
Selain itu, perpanjangan usia pensiun juga dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan prajurit. Masa kerja yang lebih panjang berarti lebih banyak waktu untuk berkontribusi dan meningkatkan penghasilan sebelum memasuki masa pensiun.
Dampak Perpanjangan Usia Pensiun
Perpanjangan usia pensiun TNI tentu akan memiliki dampak yang luas, baik positif maupun negatif. Diperlukan studi dan analisis yang komprehensif untuk mengantisipasi dampak tersebut.
Secara positif, perpanjangan usia pensiun dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di TNI, mengurangi kebutuhan pelatihan personil baru, dan meningkatkan stabilitas organisasi. Namun, perlu dipertimbangkan juga dampaknya terhadap anggaran pensiun dan kebutuhan penyesuaian struktur organisasi.
Di sisi lain, perlu dipertimbangkan potensi penurunan produktivitas kerja di usia lanjut, serta perlunya program pelatihan dan pengembangan untuk menjaga agar prajurit tetap prima dalam menjalankan tugasnya.
Dukungan dari Komisi I DPR RI
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, mendukung usulan perpanjangan usia pensiun TNI. Ia menekankan pentingnya keadilan dalam birokrasi Indonesia.
“Nah, kita juga harus adil kepada TNI, kalau kita lihat ASN dan lainnya dari 58 ke 60 tahun, TNI tamtama dan bintara 53 tahun, menurut hemat saya ini ada ketidakadilan,” ujar Utut Adianto.
Utut Adianto juga memuji dedikasi dan pengabdian TNI kepada masyarakat. Ia menyatakan tidak ada alasan untuk menolak usulan tersebut mengingat peran penting TNI dalam berbagai situasi darurat dan menjaga keamanan negara. “Kalau dari sisi pengabdian jangan pernah ragukan TNI mereka ready untuk urusan apa aja, mulai dari tsunami, tempur sampai yang lainnya. Minta maaf kalau ini dianggap subjektifitas saya selaku pimpinan komisi,” tambahnya.
Kesimpulannya, usulan perpanjangan usia pensiun TNI ini memicu diskusi penting terkait kesejahteraan, profesionalisme, dan efektivitas organisasi TNI. Pertimbangan yang matang dan komprehensif dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang tepat. Revisi UU TNI perlu mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dampak anggaran, struktur organisasi, dan pelatihan berkelanjutan bagi prajurit di usia yang lebih lanjut.