Anggota DPD RI Dapil Bali, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik, tengah menghadapi penyelidikan dan verifikasi faktual oleh Badan Kehormatan DPD (BK DPD) atas dugaan pelanggaran kode etik. Penyelidikan ini bermula dari laporan Pengacara Axl Mattew Situmorang dan Togar Situmorang kepada BK DPD RI. Laporan tersebut mengacu pada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ni Luh Djelantik.
Dukungan mengalir deras untuk Ni Luh Djelantik. Ratusan anggota Forum Driver Pariwisata Bali mendatangi Kantor Perwakilan DPD Bali untuk menyatakan dukungan mereka. Mereka menilai Senator tersebut selalu memperjuangkan kepentingan Bali. “Terlepas Mbok (Kakak) Ni Luh menyampaikan itu dengan halus, kasar, kami tidak melihat dari sisi itu. Saya berharap pertemuan Mbok Ni Luh dan BK DPD dapat berjalan dengan baik dan permasalahan di Bali dapat dilihat dari segala sisi,” ujar Gustu Kompyang, Wakil Koordinator Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali.
Polemik ini berawal dari tanggapan Ni Luh Djelantik terhadap pernyataan Togar Situmorang mengenai aturan pengemudi taksi online yang diwajibkan memiliki KTP Bali. Ni Luh Djelantik menanggapi pernyataan tersebut melalui unggahan yang mempertanyakan potensi pelanggaran konstitusi. Namun, penggunaan frasa “lebian munyi” dalam unggahan tersebut dinilai oleh Togar sebagai penghinaan dan berlebihan. Axl Mattew Situmorang turut menyoroti hal ini melalui unggahan Instagram-nya, menilai tindakan Ni Luh Djelantik tidak bijak sebagai seorang politisi.
Axl Mattew Situmorang menjelaskan fokus laporan mereka pada tindakan Ni Luh Djelantik, bukan pada substansi aturan KTP Bali. “Nah, yang kami laporkan itu Ibu Ni Luh yang mem-posting hal tersebut (opini Togar) dengan caption yang menurut kami kurang elok sebagai wakil rakyat. Tindakannya saja yang sebetulnya dilaporkan. Saya tidak membahas masalah substansi (aturan KTP). Saya lebih menitikberatkan kepada tindakan Ibu Ni Luh,” jelas Axl.
Axl menilai Ni Luh Djelantik telah mempermalukan dan mendiskreditkan pendapat Togar, serta melakukan penggiringan opini. Ia menegaskan bahwa mereka tidak secara keseluruhan menolak regulasi tersebut, dan berhak menyampaikan pendapat. “Jangan menggiring opini bahwa kami tidak setuju atas regulasi apa pun. Kalau ada permasalahan sosial, sebetulnya Pak Togar juga berhak berpendapat, kan. Menurut kami, regulasi yang nanti akan diputuskan pemangku kebijakan, kita pasti dukung,” tegas Axl.
Pelaporan tersebut didasarkan pada Pasal 5 Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Pasal tersebut mengatur tentang kewajiban anggota DPD untuk mematuhi etika dan perilaku, termasuk bersikap terbuka dalam merespons aspirasi masyarakat tanpa mendiskreditkan siapa pun. Proses verifikasi faktual tertutup dilakukan pada Jumat, 7 Maret 2025, melibatkan 16 anggota BK DPD dan dipimpin oleh Ketua BK DPD, Ismeth Abdullah. Ni Luh Djelantik didampingi kuasa hukumnya.
Setelah proses verifikasi, Ni Luh Djelantik memberikan klarifikasi. Ia mengakui penggunaan frasa “lebian munyi”, namun membela diri dengan alasan menggunakan bahasa sehari-hari. “Memang ada penggunaan dua kata, yaitu lebian munyi. Penggunaan kata itu yang kemudian dipermasalahkan. Kami berbicara di atas tanah kelahiran kami sendiri, menggunakan bahasa sehari-hari. Kami tidak menggunakan bahasa yang menyerang personal seseorang,” kata Ni Luh.
Ni Luh Djelantik berpendapat bahwa aduan pelapor telah menyimpang dari substansi utama, yaitu aturan pengemudi taksi online ber-KTP Bali. Ia juga menekankan bahwa aturan serupa telah diterapkan di daerah lain dan aplikator transportasi online di Bali telah merespons positif pada April 2024. “Jawaban Mbok Ni Luh tetap sama. Jadi tidak ada keinginan menyerang ras, suku, agama. Kita inginnya berjuang di sini bersama-sama, kita jaga Bali. Bukan proses klarifikasi seperti hari ini, kan? Tapi kita jalani, kita bertanggung jawab atas apa yang kita pikirkan, katakan, lakukan,” imbuhnya.
Ni Luh Djelantik menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada BK DPD dan berfokus pada tugasnya. Axl dan Togar juga menunggu keputusan BK DPD. Ketua BK DPD, Ismeth Abdullah, menyatakan bahwa informasi yang telah dikumpulkan akan dibawa ke Senayan untuk dirumuskan, dan keputusan terkait Ni Luh Djelantik akan diputuskan paling lambat 13 Maret 2025 sebelum sidang paripurna berikutnya. “Kita tadi mendapatkan informasi dari Ibu Ni Luh. Maksud kunjungan hari ini mendapatkan informasi yang lengkap dari Ibu Ni Luh. Mungkin sebelum paripurna, sebelum akhir bulan (sudah dirumuskan),” kata Ismeth.
Kunjungan BK DPD ke Bali sebagai bentuk kepedulian dan Ismeth memastikan tidak ada surat peringatan yang dikeluarkan kepada Ni Luh Djelantik. “Ibu Ni Luh menceritakan, akhirnya lebih jelas. Tidak ada yang tegang, santai. Kita doakan semua ini cepat beres. Tugas BK memang menjaga,” tutup Ismeth.
Kasus ini menyoroti pentingnya etika dan tata krama dalam berkomunikasi, terutama bagi pejabat publik. Penggunaan bahasa yang tidak pantas, meskipun dalam konteks informal, dapat berdampak serius pada citra dan reputasi. Proses ini juga menggarisbawahi pentingnya mekanisme pertanggungjawaban bagi anggota dewan dalam menjalankan tugasnya. Ke depan, diharapkan proses penyelesaian kasus ini dapat menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak.