Krisis Keuangan Daerah: Beberapa Wilayah Tak Siap Biaya PSU Pilkada

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, mengungkapkan tantangan serius dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah. Berbagai daerah dilaporkan telah kehabisan anggaran untuk membiayai proses PSU ini. “Beberapa daerah memang sudah tidak punya anggaran untuk menggelar pilkada ulang. Nah ini menjadi tantangan kami,” ujar Afifuddin di KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (3/3/2025).

KPU telah melakukan koordinasi intensif dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mencari solusi atas permasalahan defisit anggaran ini. Langkah ini penting untuk memastikan PSU tetap dapat terlaksana dengan lancar di seluruh daerah yang membutuhkan.

Afifuddin menjelaskan bahwa salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari Kemendagri untuk membiayai PSU. “InsyaAllah gitu [menggunakan APBN Kemendagri],” jawab Afifuddin saat ditanya para awak media. Namun, mekanisme penyaluran dana ini masih dalam tahap penelusuran lebih lanjut.

Proses pengecekan ini cukup kompleks, mengingat kemungkinan adanya perbedaan kondisi keuangan antara kabupaten dan provinsi. “Ya, sementara masih dicek-cek, karena kan misalnya ada daerah yang kabupatennya sudah tidak ada [anggaran], tetapi provinsinya ada dana sisa pilkada. Nah, apakah langsung bisa digunakan atau tidak kan kita tidak tahu mekanismenya,” tambahnya.

Provinsi Papua: Tantangan Terbesar Alokasi Anggaran PSU

Provinsi Papua menjadi salah satu daerah yang paling merasakan dampak kekurangan anggaran untuk PSU. Provinsi ini dihadapkan pada tantangan besar karena harus melaksanakan PSU secara menyeluruh di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS). Jumlah kabupaten di Provinsi Papua yang cukup banyak semakin memperberat beban anggaran yang dibutuhkan.

“Kayaknya [Provinsi] Papua induk [yang paling besar kebutuhan anggarannya], karena dia kan 100 persen [pelaksanaan PSU] di provinsi ya. Karena kabupatennya banyak, jadi pasti daerah [yang] paling besar kebutuhan anggarannya adalah Provinsi Papua,” jelas Afifuddin.

Situasi ini menyoroti pentingnya perencanaan anggaran yang matang dalam penyelenggaraan pilkada, termasuk mempersiapkan skenario cadangan untuk mengatasi situasi tak terduga seperti kebutuhan PSU. Ketidakpastian anggaran bisa menghambat proses demokrasi dan menimbulkan berbagai permasalahan baru.

Kemendagri: Penghitungan Anggaran dan Mekanisme Pendanaan

Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menyatakan bahwa Kemendagri akan melakukan penghitungan anggaran untuk PSU di 24 daerah yang membutuhkan. Penghitungan ini bertujuan untuk menentukan sumber pendanaan yang tepat, apakah dari APBD atau APBN.

“Kalau daerahnya siap maka ditanggung oleh APBD Kota/Kabupaten. Tapi kalau Kota/Kabupaten tidak mampu maka akan dibantu provinsi. Nanti kalau provinsi juga tidak memungkinkan, baru kita akan komunikasikan dengan Kementerian Keuangan,” ujar Bima Arya usai rapat pelaksanaan MBG di kantor Kementerian Koordinator Pangan, Jakarta Pusat, Senin (3/3/2025).

Bima Arya menambahkan bahwa keputusan mengenai penggunaan anggaran akan ditetapkan dalam waktu satu minggu ke depan. Kemendagri juga akan menekankan efisiensi anggaran dan menerapkan aturan ketat untuk mencegah pemborosan. “Misalnya sosialisasi koordinasi PSU di hotel, enggak boleh. Kami pastikan anggarannya minimal dan kami pastikan kesiapan itu dalam beberapa hari ke depan,” tegasnya.

Permasalahan defisit anggaran untuk PSU ini menunjukan pentingnya koordinasi dan perencanaan yang lebih baik antara KPU, Kemendagri, dan Kemenkeu dalam penyelenggaraan pilkada di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana publik juga menjadi hal krusial agar proses demokrasi berjalan dengan baik dan terhindar dari berbagai kendala.

Exit mobile version