Tradisi Gerebek Sura dan Semangat Pertanian Organik di Desa Brenggolo Plosoklaten

Tradisi Gerebek Sura di Desa Brenggolo Plosoklaten
Tradisi Gerebek Sura di Desa Brenggolo Plosoklaten

JAWAPEH.COM, Kediri – Di Desa Brenggolo, tradisi Gerebek Sura selalu digelar meriah setiap tanggal 1 Sura atau Muharram. Dalam acara ini, warga desa menyiapkan gunungan atau tumpeng hasil bumi raksasa yang kemudian diarak dari Balai Desa Brenggolo menuju lapangan setempat.

Tradisi ini tidak hanya sekadar perayaan, tetapi juga sebagai bentuk syukur dan pelestarian budaya Jawa.

“Tujuan kegiatan ini untuk nguri-uri budaya Jawa. Sehingga warga tidak lupa pada kesenian asli Jawa yang sarat petuah serta makna untuk kehidupan manusia,” ujar Kepala Desa Brenggolo, Gianto.

Gianto menjelaskan bahwa acara ini melibatkan berbagai unsur, seperti perangkat desa, babinsa, bhabinkamtibmas, dan ratusan masyarakat.

Baca Juga : Mengenal Tradisi Malam 1 Suro: Sejarah, Mitos, dan Makna Sakral

Para peserta sangat antusias dalam mengarak gunungan hasil bumi tersebut, apalagi acara ini selalu disaksikan oleh ribuan masyarakat di sepanjang rute arak-arakan.

“Gerebek Suro merupakan tradisi yang harus dilestarikan sejak nenek moyang,” tambahnya.

Masyarakat meyakini bahwa kegiatan ini adalah bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta. Mereka berharap tradisi ini terus dilestarikan dan ditingkatkan setiap tahunnya agar semakin meriah.

“Melalui tasyakuran sedekah bumi ini, Desa Brenggolo lebih maju, aman, dan masyarakat semakin sejahtera,” pungkas Gianto.

Baca Juga : Meriahnya Peringatan 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Kediri

Muawin: Petani Organik yang Tak Gentar Menghadapi Ejekan

Muawin, seorang petani organik asal Desa Brenggolo, bertekad untuk memajukan pertanian organik meski sempat mendapat banyak ejekan.

“Jika menggunakan pupuk organik, semua tanaman dapat tumbuh di sini,” ujar Muawin

Di sekeliling lahan padinya, terdapat tanaman seperti serai, eceng gondok, hingga kenikir, yang membantu pembasmian hama dan penyakit secara alami.

Tidak jauh dari petak sawahnya, terdapat tumpukan pupuk yang ditutup dedaunan kering. Pupuk ini terbuat dari kotoran ternak dan sedang dalam proses fermentasi. “Saya memulainya sejak tahun 2018,” terang pria berusia 57 tahun ini.

Sebelum beralih ke pertanian organik, Muawin adalah petani konvensional sejak tahun 1984. Keputusannya untuk beralih ke pertanian organik didorong oleh keinginan agar masyarakat dapat mengkonsumsi makanan yang bebas bahan kimia.

Namun, proses beralih dari cara konvensional ke organik memerlukan waktu dan kesabaran, terutama dalam mengubah kebiasaan penggunaan bahan kimia. “Setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih tiga tahun,” katanya.

Untuk menanam padi secara organik, Muawin terlebih dahulu mengolah tanah dengan bahan-bahan organik dan menanami lahan dengan kacang-kacangan yang berfungsi sebagai pupuk alami. “Jadi tanaman kacang-kacangan ini berfungsi sebagai pupuk alami,” ungkapnya.

Selama proses ini, suami dari Lativa ini sempat mendapat ejekan dan bujukan untuk tetap menggunakan bahan kimia. Namun, ia tetap teguh pada prinsipnya. “Saya harus tetap bertanggung jawab dengan konsumen,” tegas Muawin.

Meskipun sempat diragukan, beras organik produksi Muawin kini banyak diminati. Beras organik ini bahkan pernah dikirim ke luar kota, meskipun dengan kemasan sederhana.

“Dengan menggunakan sistem organik, serangan penyakit dan hama tidak sebanyak ketika menggunakan konvensional,” tandasnya.

Topik

Baca Juga

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Goa Selomangkleng

Icon Database Jawapeh
Database
Icon Lapor Jawapeh
Laporkan!
Icon Podcast Kediri
Podcast