JAWAPEH.COM, Kediri – Malam 1 Suro merupakan malam pertama dalam penanggalan tahun Jawa, bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah Islam. Berdasarkan kalender Hijriah yang dirilis oleh Kementerian Agama, tanggal 1 Muharram 1446 Hijriah jatuh pada Minggu, 7 Juli 2024.
Tradisi Malam 1 Suro
Perayaan tradisi malam 1 Suro diperingati pada malam hari setelah Maghrib sebelum tanggal 1 Suro. Dengan demikian, malam 1 Suro berlangsung sehari sebelum 1 Muharram, yaitu pada Sabtu, 6 Juli 2024.
Masyarakat Jawa memiliki berbagai tradisi untuk merayakan malam ini, seperti kirab Kebo Kyai Slamet di Surakarta, ziarah kubur, dan siraman.
Baca Juga : Bolehkah Puasa di Tanggal 1 Suro? Ini Dalil dan Penjelasannya
Sejarah Malam 1 Suro
Dikutip dari “Makna Ritual Penyembelihan Kambing Kendhit dalam Tradisi Suroan di Desa Puhjajar Kecamatan Papar Kabupaten Kediri” (2020), masyarakat Jawa biasa menyebut bulan Muharram dengan bulan Suro.
Kata “Suro” berasal dari bahasa Arab “Asyura” yang berarti “sepuluh” atau tanggal 10 bulan Muharram. Muharram adalah nama bulan pertama dalam sistem penanggalan Hijriah yang dianggap suci oleh umat Islam.
Sejak tahun 1633 Masehi, Sultan Agung Hanyokrokusumo menciptakan Kalender Jawa dengan menggabungkan sistem penanggalan Islam. Oleh karena itu, 1 Suro yang mengawali penanggalan Jawa bertepatan dengan 1 Muharram.
Upacara tradisi malam 1 Suro diciptakan untuk lebih mempersatukan raja dan rakyat biasa, menggantikan ritual kerajaan Rajawedha dengan upacara petani Gramawedha yang berlangsung bersamaan dengan 1 Muharram.
Baca Juga : Arti Sengkolo di Malam 1 Suro dan Ini 5 Weton yang Harus Hati-hati
Makna Sakral Malam 1 Suro
Perayaan tradisi malam 1 Suro di kalangan masyarakat Jawa dianggap sebagai awal tahun yang sakral dan suci.
Ini bertujuan untuk menemukan jati diri, selalu ingat dan waspada (eling lan waspodo), serta mendekatkan diri kepada Tuhan.
Mitos-mitos Malam 1 Suro
Sebagai hari yang dianggap suci, masyarakat Jawa percaya ada beberapa mitos yang tidak boleh dilakukan saat malam 1 Suro. Berikut adalah beberapa mitos tersebut, sebagaimana dikutip dari Kompas TV (18/7/2023):
- Larangan Keluar Rumah untuk Weton Tertentu: Masyarakat Jawa percaya orang dengan weton tertentu dilarang keluar rumah pada malam ini karena bisa mengalami kesialan atau menjadi tumbal setan.
- Dilarang Bicara atau Berisik: Pada malam 1 Suro, sebagian orang Jawa melakukan ritual bisu, terutama di Keraton Yogyakarta. Selain tidak berbicara, mereka juga tidak makan, minum, atau merokok selama ritual.
- Tidak Mengadakan Pernikahan: Pasangan yang menikah atau menggelar pernikahan pada bulan Suro, terutama tradisi malam 1 Suro, diyakini membawa kesialan. Keyakinan ini tidak tercantum dalam ajaran Islam, tetapi merupakan kepercayaan tradisi adat.
- Pindah Rumah: Pindah rumah saat malam 1 Suro dianggap membawa kesialan.
- Dilarang Membangun Rumah: Memulai pembangunan rumah pada malam 1 Suro dipercaya mendatangkan kesialan bagi pemilik rumah.
Pandangan Budayawan
Tundjung W. Sutirto, pemerhati budaya dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS), menjelaskan bahwa perkembangan mitos malam 1 Suro terjadi secara akumulatif.
Mitos ini berawal dari pensakralan yang dilakukan masyarakat Jawa terkait penggabungan kalender Islam dan Jawa. Masyarakat Jawa menganggap malam Suro sebagai momentum istimewa yang menuntun mereka untuk melakukan “laku spiritual”.
Tradisi Kirab Pusaka
Tradisi kirab pusaka di Keraton Surakarta, yang digelar setiap malam 1 Suro, baru dimulai pada tahun 1974 atas permintaan Presiden Soeharto untuk menghindarkan bangsa Indonesia dari bencana.
Menurut Tundjung, semua mitos yang berkembang dan diyakini orang Jawa pada dasarnya adalah bentuk pengendalian diri.
Larangan Keluar Rumah
Tundjung juga menjelaskan bahwa larangan keluar rumah pada tradisi malam 1 Suro merupakan salah satu mitos yang diyakini masyarakat.
Mitos ini berkaitan dengan keyakinan bahwa jika keluar rumah, seseorang dapat bertemu dengan pasukan Nyi Roro Kidul yang tengah menuju keraton atau Gunung Merapi.
Meski berbagai mitos berkembang, intinya adalah pengendalian diri dan penghormatan terhadap tradisi.
Sebagai masyarakat yang menghargai warisan budaya, perayaan tradisi malam 1 Suro tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jawa.