Man City Belajar dari MU: Loyalitas Suporter, Harga yang Tak Ternilai

Di era sepak bola modern yang didominasi oleh kekuatan finansial, loyalitas suporter seringkali terabaikan. Klub-klub besar, dengan kekayaan mereka, sering mengambil keputusan yang justru melukai hati pendukung setia. Keputusan Manchester United (MU) menaikkan harga tiket musiman sebesar lima persen menjadi contoh nyata.

Kenaikan harga tiket MU di bawah kepemimpinan Sir Jim Ratcliffe bukan hanya sekadar strategi bisnis. Kebijakan ini menunjukkan filosofi manajemen yang kurang sensitif, mengutamakan keuntungan finansial di atas hubungan dengan para penggemar yang telah mendukung klub melalui pasang surut.

Selain kenaikan harga, perubahan lain juga memicu kemarahan suporter. Pengubahan beberapa kursi terbaik di Old Trafford menjadi area hospitality mewah, pengurangan diskon untuk suporter senior, serta biaya tambahan untuk penjualan kembali tiket, semakin memperburuk situasi. Manchester Evening News menekankan betapa besar dampak psikologisnya bagi para penggemar.

Dalam kondisi ekonomi yang sulit dan biaya hidup yang terus meningkat, keputusan MU yang tetap jor-joran belanja pemain dan memecat manajer, sementara membebani fans dengan biaya tambahan, dianggap tidak adil dan tidak masuk akal. Ini merupakan pelajaran mahal bagi klub-klub lain, terutama rival sekota mereka, Manchester City.

Man City: Kesempatan untuk Berbuat Benar

Manchester City, sebagai rival abadi MU, kini punya kesempatan untuk menunjukkan perbedaan. Sementara klub-klub lain seperti Arsenal, Newcastle, dan Brighton menaikkan harga tiket, Man City bisa memilih jalan berbeda—jalan yang menghormati dan menghargai loyalitas para pendukungnya.

Kelompok suporter Man City telah mengirimkan surat kepada ketua klub, Khaldoon Al Mubarak, meminta pembekuan harga tiket untuk musim 2025/2026. “City Matters”, perwakilan suporter terpilih, bahkan melakukan aksi mogok sebagai protes atas lambannya respon klub.

Man City sebelumnya sering membandingkan harga tiket mereka dengan klub Premier League lain sebagai alasan kenaikan harga. Namun, kasus MU menjadi momentum bagi mereka untuk mengubah strategi. Membekukan harga tiket akan menjadi pesan kuat bahwa suporter bukan sekadar konsumen, melainkan bagian integral dari klub.

Pelajaran Berharga dari MU: Jangan Sepelekan Loyalitas Suporter

Kasus MU menjadi pelajaran berharga bagi semua klub sepak bola: loyalitas suporter bukan aset yang bisa dieksploitasi. Stadion megah dan pemain bintang tak akan berarti apa-apa jika dukungan suporter hilang.

Dengan sumber daya finansial dan manajemen yang mumpuni, Man City memiliki peluang untuk menunjukkan bahwa mereka tak hanya klub sepak bola yang kuat di lapangan, tetapi juga komunitas yang menghargai dan menghormati para pendukungnya.

Kehilangan kepercayaan suporter dapat berdampak jangka panjang pada citra dan pendapatan klub. Dukungan setia suporter adalah aset tak ternilai yang perlu dijaga dan dihargai, bukan untuk dieksploitasi demi keuntungan sesaat.

Langkah bijak Man City dalam merespon situasi ini akan menjadi contoh bagi klub-klub lain. Memprioritaskan kesejahteraan dan kepuasan suporter bukan hanya etika, tetapi juga strategi bisnis yang cerdas dan berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *