Pavel Durov, pendiri dan CEO Telegram, baru-baru ini melontarkan sindiran pedas terhadap WhatsApp, kompetitor utamanya. Dalam sebuah pesan di kanal Telegram pribadinya, Durov mengumumkan pencapaian Telegram yang telah mencapai 1 miliar pengguna aktif bulanan (MAU).
Ia juga memamerkan pertumbuhan pendapatan Telegram yang signifikan, mencatatkan keuntungan sebesar 547 juta dollar AS (sekitar Rp 9 triliun) tahun lalu. Keberhasilan ini, menurut Durov, masih berada di bawah WhatsApp, yang ia sebut sebagai “peniru” dan “sudah tidak relevan”.
Pernyataan Durov tersebut cukup mengejutkan, mengingat WhatsApp, yang dimiliki Meta, dilaporkan memiliki 2 miliar MAU pada tahun 2020. Angka tersebut kemungkinan besar telah meningkat hingga saat ini, meskipun Meta belum merilis data pengguna terbaru. Pernyataan Durov seolah-olah meremehkan pencapaian WhatsApp yang jauh lebih besar dalam hal jumlah pengguna.
Selain membandingkan jumlah pengguna, Durov juga menuduh WhatsApp dan Meta melakukan berbagai upaya untuk menghambat pertumbuhan Telegram. Ia mengklaim bahwa selama bertahun-tahun, Meta telah menghabiskan miliaran dollar untuk melobi dan kampanye humas guna memperlambat perkembangan Telegram.
Durov menekankan keunggulan Telegram dalam hal independensi. Berbeda dengan WhatsApp yang berada di bawah naungan Meta, Telegram, menurut Durov, mampu mempertahankan kemandiriannya. Hal ini diyakini menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan Telegram dalam bersaing dengan raksasa teknologi lainnya.
Keuntungan Pertama Telegram Setelah 11 Tahun
Keberhasilan finansial Telegram juga menjadi sorotan utama dalam pernyataan Durov. Tahun lalu menandai tahun pertama Telegram mencetak keuntungan setelah beroperasi selama 11 tahun. Pendapatan Telegram mencapai lebih dari 1 miliar dollar AS (sekitar Rp 16,4 triliun), meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 2023 yang berjumlah 342 juta dollar AS (sekitar Rp 5,5 triliun).
Durov menyebutkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap lonjakan pendapatan tersebut. Salah satunya adalah peningkatan pendapatan iklan yang signifikan. Selain itu, layanan berbayar Telegram Premium juga berkontribusi besar, dengan jumlah pelanggan yang meningkat tiga kali lipat dan mencapai lebih dari 12 juta pengguna. Telegram Premium diluncurkan pada tahun 2022 dengan biaya langganan 4,99 dollar AS (sekitar Rp 80.782) per bulan.
Telegram juga telah berhasil melunasi utang sebesar 2 miliar dollar AS (sekitar Rp 32,37 triliun) pada akhir tahun lalu. Keberhasilan ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat dan solidnya finansial Telegram. Selain layanan berbayar dan iklan, Telegram juga mendapatkan pendapatan dari bagi hasil ke kreator, langganan tingkat bisnis, dan Mini Apps.
Meskipun klaim Durov tentang WhatsApp sebagai “peniru” dan “tidak relevan” mungkin terkesan provokatif, kesuksesan Telegram dalam mencapai profitabilitas dan basis pengguna yang besar tidak dapat dipungkiri. Pernyataan ini sekaligus menjadi bukti strategi yang efektif dalam membangun platform komunikasi yang mandiri dan berkelanjutan.
Perlu diingat bahwa angka-angka yang disebutkan oleh Durov perlu diverifikasi lebih lanjut dari sumber yang independen. Meskipun demikian, pernyataan ini memberikan gambaran menarik tentang persaingan yang semakin ketat di dunia aplikasi perpesanan instan dan strategi bisnis yang diterapkan oleh Telegram.
Strategi Telegram yang menekankan pada privasi dan keamanan pengguna, kemungkinan besar juga berkontribusi terhadap pertumbuhannya. Di tengah kekhawatiran yang semakin meningkat tentang perlindungan data, Telegram berhasil memposisikan dirinya sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan dengan platform lain.