BMW Desak BYD Indonesia Ganti Nama M6: Persoalan Merek Dagang yang Memanas

BMW AG, perusahaan otomotif asal Jerman, tengah berselisih dengan BYD Indonesia terkait penggunaan merek “M6”. Persidangan kasus ini telah dimulai di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor register 19/Pdt.Sus-HKI/Merek/2025/PN Niaga Jkt.Pst. BMW menuntut BYD Indonesia untuk menghentikan penggunaan merek tersebut.

Gugatan diajukan BMW AG pada 26 Februari 2025, dan saat ini masih dalam proses persidangan. Inti tuntutan BMW berfokus pada klaim kepemilikan merek “M6” yang telah mereka daftarkan terlebih dahulu di Indonesia pada 20 Agustus 2015 dengan nomor permohonan D002015035540. Perlindungan merek tersebut berlaku hingga 20 Agustus 2025.

BMW mendaftarkan merek “M6” untuk kategori kelas 12, yang mencakup kendaraan bermotor dan bagian-bagiannya. Hal ini berbanding lurus dengan penggunaan merek “M6” oleh BYD Indonesia untuk mobil listrik MPV mereka yang diluncurkan pada tahun 2024. BYD sendiri baru mengajukan permohonan pendaftaran merek “M6” di Indonesia pada 22 November 2024 dengan nomor permohonan DID2024122107, yang saat ini masih dalam tahap pemeriksaan substantif.

Posisi Kedua Pihak

Jodie O’tania, Director of Communications BMW Group Indonesia, menegaskan bahwa BMW AG merupakan pemilik sah merek “M6” secara global, khususnya untuk seri mobil sport mewahnya. Langkah hukum ini diambil untuk melindungi identitas dan reputasi merek BMW.

Sementara itu, Luther Panjaitan, Head of PR & Government Relations PT BYD Motor Indonesia, membenarkan adanya gugatan tersebut dan menyatakan bahwa pihak BYD tengah menanganinya melalui divisi hukum mereka. Ia meyakinkan bahwa gugatan ini tidak akan mengganggu operasional BYD di Indonesia.

Detail Petitum Gugatan BMW

Petitum gugatan BMW AG terhadap BYD Indonesia, seperti yang tercantum di situs SIPP PN Jakarta Pusat, antara lain:

  1. Mengabulkan gugatan BMW sepenuhnya.
  2. Menyatakan BMW sebagai pemilik dan pendaftar pertama merek “M6” dengan Daftar No. IDM000578653 dalam kelas 12.
  3. Menyatakan BYD menggunakan merek “M6” tanpa hak.
  4. Memerintahkan BYD menghentikan penggunaan merek “M6” yang serupa.
  5. Memerintahkan BYD menyerahkan semua produk kendaraan bermotor yang menggunakan merek “M6” yang serupa.
  6. Menyatakan putusan dapat dieksekusi meskipun ada perlawanan (uitvoerbaar bij voorraad).
  7. Menghukum BYD untuk membayar biaya perkara.

BMW juga menyertakan klausul alternatif “ex aequo et bono”, meminta hakim untuk memberikan putusan yang adil jika berpendapat berbeda.

Analisis dan Implikasi

Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan merek dagang, terutama di industri otomotif yang kompetitif. Pendaftaran merek yang lebih awal memberikan keunggulan hukum yang signifikan. Hasil dari persidangan ini akan menjadi preseden penting bagi perusahaan lain yang beroperasi di Indonesia dan memiliki kekhawatiran serupa terkait merek dagang.

Perlu dikaji lebih lanjut bagaimana persamaan merek “M6” di mata hukum, khususnya mengenai tingkat kemiripan yang dapat dianggap sebagai pelanggaran merek dagang. Faktor-faktor seperti reputasi merek, target pasar, dan kemungkinan kebingungan konsumen akan menjadi pertimbangan penting bagi hakim dalam memutuskan kasus ini.

Baik BMW maupun BYD memiliki reputasi yang kuat di industri otomotif. Hasil persidangan ini akan berdampak signifikan pada kedua perusahaan, baik dari sisi hukum maupun reputasi merek mereka. Oleh karena itu, sangat menarik untuk menantikan perkembangan selanjutnya dari kasus ini.

Kasus ini juga bisa menjadi pembelajaran bagi perusahaan lain untuk lebih proaktif dalam melindungi hak kekayaan intelektual mereka. Pendaftaran merek dagang yang tepat dan komprehensif merupakan langkah penting untuk mencegah sengketa serupa di masa mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *