Sebuah insiden road rage terjadi di Cilincing, Jakarta Utara, melibatkan seorang pengemudi Toyota Alphard dan seorang pemotor. Peristiwa ini bermula saat pengemudi Alphard bernomor polisi B 99 NEO sedang memundurkan kendaraannya di Jalan Kebon Baru, Kelurahan Semper Barat, sekitar pukul 22.30 WIB.
Pemotor yang sedang membonceng ibunya berada tepat di belakang Alphard. Karena terhalang, pemotor pun memberikan isyarat klakson sebanyak dua kali. “Karena posisi sepeda motor tepat di belakang mobil pelaku, saksi memberikan isyarat klakson sebanyak dua kali,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada detikNews.
Reaksi pengemudi Alphard terhadap klakson tersebut justru sangat tidak terduga. Alih-alih meminta maaf atau memberikan ruang, ia malah turun dari mobil dan terlibat cekcok dengan pemotor dan ibunya. Situasi semakin memanas hingga berujung pada tindakan kekerasan.
“Melihat kejadian ini, korban berusaha memberikan penjelasan kepada pelaku. Namun, pelaku malah membanting badan korban ke jalan,” lanjut Kombes Ade Ary. Akibatnya, pemotor mengalami memar di lengan dan pusing karena kepalanya membentur aspal. Tidak hanya itu, pengemudi Alphard juga merampas handphone pemotor karena kejadian tersebut direkam.
Road Rage: Maraknya Agresi di Jalan Raya
Insiden ini merupakan contoh nyata dari road rage, perilaku agresif dan arogan di jalan raya yang semakin marak terjadi. Road rage bukan hanya sekadar pertengkaran kecil, melainkan tindakan yang dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya. Perilaku ini mencakup berbagai tindakan, mulai dari makian dan ancaman verbal hingga tindakan fisik seperti yang terjadi dalam insiden ini.
Menurut Instruktur sekaligus Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, banyak kasus road rage berujung pada tindak anarkis dan perusakan, namun berakhir damai melalui restorative justice. Hal ini menunjukkan pentingnya kesadaran dan pengendalian emosi di jalan raya.
Faktor Penyebab Road Rage
Jusri Pulubuhu juga menjelaskan beberapa faktor yang dapat memicu road rage, antara lain: perasaan memiliki kekuasaan di jalan raya, berkendara dalam rombongan, membawa senjata, mengemudikan kendaraan berdimensi besar, dan mengemudikan kendaraan mewah.
Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa selain emosi sesaat, faktor psikologis dan juga status sosial dapat menjadi pemicu perilaku agresif di jalan. Perasaan superioritas dan kurangnya empati terhadap pengguna jalan lain seringkali menjadi latar belakang tindakan road rage.
Mencegah Road Rage: Kesadaran dan Empati
Untuk mencegah kejadian serupa, diperlukan kesadaran dan empati dari seluruh pengguna jalan. Kesabaran dan pengendalian emosi sangat penting, terutama dalam situasi yang mungkin memicu konflik. Saling menghargai dan memberi ruang kepada pengguna jalan lain merupakan kunci utama untuk menciptakan lingkungan berkendara yang aman dan nyaman.
Pentingnya edukasi dan kampanye tentang etika berkendara juga harus ditingkatkan. Tujuannya bukan hanya untuk mengetahui peraturan lalu lintas, tetapi juga untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan saling menghormati di jalan raya. Hukuman yang tegas juga diperlukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku road rage.
Kasus di Cilincing ini menjadi pengingat akan pentingnya pengendalian diri dan kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas. Kejadian ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi semua pengguna jalan agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam berkendara, demi keselamatan diri sendiri dan orang lain.
Polisi setempat telah menangani kasus ini dan proses hukum sedang berjalan. Semoga kejadian ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dan mengurangi angka kejadian road rage di masa mendatang.