STNK Mati Dua Tahun? Kendaraan Bisa Disita, Simak Aturan Lengkapnya

Pemerintah semakin gencar menindak kendaraan bermotor yang menunggak pajak. Salah satu langkah tegas yang diambil adalah penghapusan data STNK kendaraan yang mati pajak selama dua tahun berturut-turut. Ini berarti kendaraan tersebut tak lagi bisa digunakan di jalan raya dan bahkan berpotensi disita.

Kebijakan ini diterapkan di berbagai daerah, seperti Jawa Barat. Samsat Jabar telah mensosialisasikan penghapusan data registrasi kendaraan bermotor bagi yang tak melakukan registrasi ulang selama dua tahun setelah masa berlaku STNK habis. Konsekuensinya, kendaraan tak lagi memenuhi syarat operasional dan dapat disita oleh pihak berwajib.

“Kepolisian dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan operasional kendaraan bagi kendaraan yang tidak memenuhi syarat operasional. Kebijakan penyitaan kendaraan yang tidak memenuhi syarat operasional dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi pernyataan resmi dari Samsat Jabar.

Dasar Hukum Penghapusan Data STNK

Penghapusan data kendaraan ini memiliki landasan hukum yang kuat. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 74 ayat (2) secara tegas mengatur hal ini. Aturan tersebut berbunyi: “Penghapusan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dapat dilakukan jika pemilik kendaraan bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya dua tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.”

Selain UU tersebut, beberapa peraturan lain juga mendukung kebijakan ini. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor, misalnya, mengatur tata kelola administrasi kendaraan bermotor. Kemudian, Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor memberikan detail teknis mengenai prosedur registrasi dan identifikasi kendaraan.

Lebih lanjut, Surat Telegram Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor ST/1671/VIII/YAN.1/2022 dan Surat Telegram Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Nomor: ST/1502/VIII/YAN.1/2022 juga memperkuat implementasi kebijakan penghapusan registrasi kendaraan bermotor yang menunggak pajak.

Dampak dan Implikasi Kebijakan

Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan. Dengan adanya ancaman penghapusan data dan potensi penyitaan, diharapkan pemilik kendaraan termotivasi untuk selalu membayar pajak tepat waktu. Namun, kebijakan ini juga berpotensi menimbulkan dampak negatif, terutama bagi pemilik kendaraan yang mungkin mengalami kesulitan finansial atau lupa memperpanjang STNK.

Oleh karena itu, sosialisasi yang masif dan efektif sangat penting agar masyarakat memahami konsekuensi dari menunggak pajak kendaraan. Penting juga untuk memberikan kemudahan akses bagi masyarakat dalam membayar pajak, misalnya melalui metode online atau pembayaran di berbagai tempat.

Kebijakan ini menyasar semua jenis kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, termasuk kendaraan milik pribadi, badan usaha, dan pemerintah. Tidak ada pengecualian. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam penerapan kebijakan ini.

Solusi dan Saran

Pemerintah perlu mempertimbangkan program keringanan pajak atau penangguhan denda bagi masyarakat yang mengalami kesulitan finansial. Program ini dapat membantu meringankan beban masyarakat dan meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak. Selain itu, perlu ada upaya peningkatan layanan Samsat agar masyarakat dapat lebih mudah mengurus administrasi kendaraan mereka.

Transparansi informasi mengenai prosedur dan mekanisme penghapusan data STNK juga penting. Masyarakat perlu diberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman. Penting juga untuk memberikan saluran komunikasi yang efektif bagi masyarakat untuk bertanya dan menyampaikan keluhan.

Secara keseluruhan, kebijakan penghapusan data STNK kendaraan yang menunggak pajak merupakan langkah yang tegas dan perlu didukung. Namun, pemerintah harus bijak dalam pelaksanaannya dan memastikan bahwa kebijakan ini tidak memberatkan masyarakat, tetapi justru mendorong kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Sosialisasi dan transparansi menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.

(dry/rgr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *