Gerhana bulan total, fenomena langka yang terjadi ketika matahari, bumi, dan bulan berada dalam satu garis lurus, akan terjadi pada 13-14 Maret 2025, bertepatan dengan bulan Ramadan 2025. Sayangnya, gerhana bulan total ini tidak akan terlihat dari Indonesia karena posisi geografis dan waktu kejadiannya.
Fenomena yang disebut ‘blood moon’ atau ‘bulan darah’ oleh media internasional ini, akan terlihat merah gelap atau merah tembaga. Warna merah ini disebabkan oleh pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer bumi. Cahaya biru tersebar lebih banyak, sehingga cahaya merah yang mencapai bulan lebih dominan dan tampak jelas.
Proses Terjadinya Gerhana Bulan Total
Gerhana bulan total dimulai dari fase penumbra, di mana bulan tampak sedikit redup. Kemudian berlanjut ke fase sebagian, ketika sebagian bulan tertutup bayangan bumi. Fase totalitas terjadi saat bulan sepenuhnya tertutup bayangan dan tampak berwarna merah. Setelah itu, bulan akan kembali ke fase sebagian dan penumbra sebelum kembali normal.
Fase totalitas gerhana bulan total ini dapat berlangsung sekitar 65 menit. Selama proses ini, bumi membutuhkan waktu sekitar 3 jam 38 menit untuk lewat di depan bulan. Bulan akan melewati penumbra (bayangan luar yang lebih terang) dan umbra (bagian tengah, bagian terdalam dari bayangan).
Visibilitas Gerhana Bulan Total Maret 2025
Meskipun tidak terlihat di Indonesia, gerhana bulan total ini akan terlihat di berbagai belahan dunia lainnya. Wilayah yang beruntung menyaksikan fenomena ini adalah Amerika Utara, Amerika Selatan, wilayah barat Eropa, dan Afrika. Di Amerika Utara, misalnya, gerhana akan terlihat mulai pukul 12:55 a.m. ET.
Bagi masyarakat Indonesia yang ingin tetap menyaksikan peristiwa tersebut, dapat mengikuti siaran langsung atau tayangan video dari berbagai sumber online. Banyak lembaga antariksa dan situs astronomi yang biasanya menyediakan live streaming gerhana.
Mengapa Disebut “Blood Moon”?
Gerhana bulan total sering disebut “bulan darah” karena bulan cenderung berubah menjadi warna kemerahan saat tertutup bayangan Bumi. Selama fase totalitas, 100 persen permukaan bulan akan tertutup bayangan Bumi, menciptakan pemandangan langit yang menakjubkan.
Hal ini terjadi karena cahaya matahari terhambur oleh atmosfer bumi dan sebagian cahayanya, khususnya yang berwarna merah, akan dibiaskan dan mencapai permukaan bulan, sehingga bulan akan tampak berwarna kemerahan selama fase total.
Frekuensi Gerhana Bulan
Menurut NASA, gerhana bulan akan terjadi beberapa kali dalam beberapa tahun ke depan. Dari tahun 2025 hingga 2030, diperkirakan akan terjadi 14 gerhana bulan. Ini menunjukkan betapa fenomena astronomi ini adalah peristiwa yang relatif sering terjadi, walaupun tidak selalu terlihat dari lokasi yang sama di bumi.
Oleh karena itu, kesempatan untuk menyaksikan gerhana bulan total, termasuk “blood moon”, sangat bergantung pada lokasi pengamat. Meskipun Indonesia tidak dapat menyaksikannya kali ini, masih banyak kesempatan di masa mendatang untuk menyaksikan fenomena menakjubkan ini.
Perlu diingat bahwa mengamati gerhana bulan aman dilakukan dengan mata telanjang, berbeda dengan gerhana matahari yang membutuhkan pelindung mata khusus.