Dugaan Korupsi Telkom di PDNS Komdigi: Misteri Rp 958 Miliar Terkuak

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 958 miliar, berkaitan dengan proyek yang berlangsung dari tahun 2020 hingga 2024.

Proyek PDNS melibatkan perusahaan swasta, yakni Lintasarta dan Telkom. Telkom, melalui VP Corporate Communication-nya, Andri Herawan Sasoko, menyatakan komitmen perusahaan terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pihak berwenang dalam penyelidikan.

“Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus ini, serta menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan siap bekerja sama dengan pihak berwenang dalam rangka mendukung penyelidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegas Andri kepada detikINET.

Lintasarta juga telah merespon kasus ini dengan menyatakan sikap kooperatif dan komitmen untuk memberikan informasi yang dibutuhkan, serta menaati prosedur hukum yang berlaku. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pun memberikan dukungan penuh terhadap proses penegakan hukum dan kesiapannya berkolaborasi dengan aparat penegak hukum.

Sekjen Komdigi, Ismail, menekankan komitmen kementerian untuk taat hukum dan kesiapan memberikan informasi dan data yang dibutuhkan untuk kelancaran proses penyidikan. “Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar,” tambahnya.

Dugaan Korupsi dan Dampaknya

Kasus ini bermula dari dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pengelolaan PDNS. Kejari Jakpus menyelidiki proses pengadaan yang diduga bermasalah dan mengakibatkan kerugian negara yang signifikan. Investigasi mendalam diperlukan untuk mengungkap seluruh detail permasalahan.

Salah satu dampak serius dari dugaan korupsi ini adalah serangan ransomware yang terjadi pada Juni 2024. Serangan ini mengakibatkan beberapa layanan PDNS tidak berfungsi dan tereksposnya data pribadi penduduk Indonesia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar terkait keamanan data nasional.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, menjelaskan dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (14/3/2025), bahwa “Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470.”

Aspek-Aspek Penting yang Perlu Diperhatikan

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan proyek pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur teknologi informasi dan data nasional. Sistem pengawasan yang ketat dan efektif dibutuhkan untuk mencegah terjadinya korupsi dan melindungi keamanan data.

Peran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam menilai kelaikan sistem keamanan informasi juga sangat krusial. Ketiadaan pertimbangan dari BSSN dalam proses pengadaan PDNS diduga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya serangan ransomware.

Proses hukum yang sedang berjalan perlu dihormati dan dikawal agar keadilan ditegakkan. Penting bagi semua pihak untuk kooperatif dalam memberikan informasi dan bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap seluruh fakta dan pelaku yang terlibat.

Kesimpulan

Dugaan korupsi dalam proyek PDNS ini memiliki dampak yang luas, tidak hanya kerugian finansial negara tetapi juga ancaman terhadap keamanan data nasional. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penerapan prinsip-prinsip GCG yang ketat dalam setiap proyek pemerintah dan perlunya pengawasan yang efektif untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan dan pembelajaran bagi semua pihak.

Exit mobile version