Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah mengusut dugaan korupsi proyek pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kasus ini berdampak serius, mengakibatkan serangan ransomware dan kebocoran data pribadi penduduk Indonesia pada tahun 2024. Kerugian negara diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, menjelaskan bahwa kejadian ini bermula dari kurangnya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran dalam proyek tersebut. Hal ini menyebabkan kerentanan sistem yang berujung pada serangan ransomware pada Juni 2024. Serangan ini mengakibatkan gangguan layanan publik dan yang lebih memprihatinkan, tereksposnya data pribadi warga Indonesia. Total anggaran proyek PDNS sendiri mencapai lebih dari Rp 959.485.181.470.
“Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470,” ungkap Bani dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (14/3/2025).
Dugaan Pengkondisian dan Kronologi Kasus
Penyelidikan menemukan dugaan pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dan PT Aplikanusa Lintasarta (AL). Hal ini diduga terjadi selama lima tahun, mulai dari tahun 2020 hingga 2024. Kominfo, yang kini telah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), diduga melakukan tindakan yang merugikan negara dalam proses pengadaan ini.
“Pada tahun 2020 sampai dengan 2024 Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan total pagu anggaran Rp 958 Miliar, dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL,” jelas Bani.
Rincian Dugaan Pengkondisian (2020-2024)
- 2020: PT AL memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 60.378.450.000.
- 2021: PT AL kembali memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360.
- 2022: Terdapat dugaan pengkondisian dengan menghilangkan persyaratan tertentu agar PT AL memenangkan tender senilai Rp 188.900.000.000.
- 2023: PT AL memenangkan pekerjaan komputasi awan senilai Rp 350.959.942.158.
- 2024: PT AL, bermitra dengan pihak yang tidak memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301, mendapatkan kontrak senilai Rp 256.575.442.952.
Total pengeluaran untuk proyek PDNS mencapai Rp 959 miliar. Namun, pelaksanaan proyek diduga tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang hanya mewajibkan pembangunan Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS, dan belum tentu mencakup perlindungan data sesuai standar BSSN.
“Tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN,” tegas Bani.
Penggeledahan dan Penyitaan
Kejari Jakpus telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan. Penggeledahan tersebut menghasilkan penyitaan barang bukti berupa mobil, uang, dokumen, bangunan, dan barang elektronik. Besarnya kerugian negara akibat kasus ini masih dalam tahap penghitungan, namun diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
“Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar,” tutup Bani.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan lemahnya sistem pengadaan barang dan jasa di pemerintahan dan pentingnya pertimbangan keamanan siber dalam proyek-proyek strategis. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara menjadi hal krusial untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat mengungkap semua fakta dan memberikan sanksi yang setimpal kepada pihak-pihak yang terlibat.