Granada, di Andalusia, Spanyol Selatan, merupakan kota bersejarah yang menyimpan sisa-sisa megah peradaban Islam di Iberia, dikenal sebagai Al-Andalus. Wilayah ini pernah meliputi sebagian besar Spanyol dan Portugal sebelum jatuhnya Granada pada tahun 1492 ke tangan pasukan Katolik.
Setelah penaklukan, penduduk Muslim Andalusia, awalnya diizinkan untuk mempraktikkan agama mereka. Namun, satu dekade kemudian, praktik Islam secara resmi dilarang oleh rezim Katolik yang baru berkuasa. Represi ini memicu berbagai tantangan dan perlawanan dari penduduk setempat.
Penggalian arkeologi terbaru di Granada justru mengungkapkan fakta mengejutkan. Praktik kuliner Muslim ternyata tetap berlangsung secara rahasia selama beberapa dekade setelah penaklukan. Temuan ini diungkap oleh tiga ahli arkeologi: Aleks Pluskowski, Guillermo García-Contreras Ruiz, dan Marcos García García.
“Istilah ‘Morisco’, yang berarti ‘rawa kecil’, digunakan untuk merujuk pada penduduk asli Muslim yang dipaksa pindah agama ke Katolik pada 1502,” tulis ketiganya dalam The Conversation. Dekrit konversi ini dikeluarkan oleh Kerajaan Castile, diikuti oleh Kerajaan Navarre dan Aragon, yang kemudian memicu pemberontakan bersenjata.
Puncak represi terjadi antara 1609 hingga 1614, dengan pengusiran besar-besaran kaum Morisco dari berbagai kerajaan di Spanyol. Umat Muslim juga diusir dari Portugal pada akhir abad ke-15, mengakhiri lebih dari delapan abad budaya Islam di Iberia. Kejadian ini meninggalkan bekas yang mendalam bagi sejarah Spanyol dan Portugal.
Mengungkap Sisa-Sisa Sejarah di Cartuja
Penggalian di lokasi pembangunan kampus Universidad de Granada, di sebuah bukit di pinggiran kota, mengungkap jejak aktivitas manusia sejak zaman Neolitikum (3400-3000 SM). Bukit ini dulunya dihuni oleh masyarakat Granada Islam pada abad ke-13 hingga ke-15.
Di lokasi tersebut, banyak *cármenes* (rumah kecil dengan taman) dan *almunias* (istana kecil milik elit Nasrid) dibangun. Setelah penaklukan, sebuah biara Carthusian dibangun, mengubah lanskap lokasi tersebut dengan menghancurkan banyak bangunan sebelumnya. Bukti sejarah masa lalu tetap tersimpan di bawah lapisan-lapisan waktu.
Para arkeolog menemukan sebuah sumur tua yang digunakan sebagai tempat pembuangan sampah. Di dalam sumur tersebut, ditemukan berbagai artefak, termasuk koleksi tulang hewan yang berasal dari kuartal kedua abad ke-16. Temuan ini memberikan petunjuk penting tentang kehidupan masyarakat setempat.
Jejak Arkeologis Praktik Kuliner Morisco
Limbah makanan yang ditemukan di sumur, berupa fragmen tulang hewan, sisa tanaman, dan peralatan makan keramik, memberikan catatan berharga tentang praktik kuliner rumah tangga di masa lalu. Analisis tulang hewan memberikan informasi tentang pola diet masyarakat pada waktu itu.
Sebagian besar tulang berasal dari domba, dengan sedikit tulang sapi. Usia hewan yang lebih tua, sebagian besar jantan yang dikebiri, dan adanya bagian tubuh yang kaya daging menunjukkan bahwa daging tersebut berasal dari pasar, bukan dari peternakan lokal. Ini mengindikasikan praktik konsumsi yang lebih terorganisir.
Temuan keramik berupa mangkuk besar yang disebut *ataifores*, yang khas dalam budaya Andalusia untuk makan bersama, menunjukkan praktik makan bersama yang umum. Penggunaan *ataifores* berkurang drastis di awal abad ke-16, digantikan oleh bejana yang lebih kecil, mencerminkan perubahan kebiasaan makan yang lebih individualistis.
Kombinasi temuan *ataifores*, tulang domba, dan tidak adanya tulang babi (karena larangan konsumsi babi dalam Islam) memberikan bukti kuat tentang praktik kuliner rumah tangga Morisco. Ini menunjukkan bahwa mereka tetap mempertahankan tradisi kuliner mereka meskipun berada di bawah tekanan.
Mempolitisasi dan Mengawasi Tempat Makan
Rezim Katolik berusaha untuk menekan praktik makan bersama yang dikaitkan dengan identitas Muslim Andalusia. Mereka melarang praktik tersebut dan secara aktif mempromosikan konsumsi daging babi sebagai simbol dominasi Katolik.
Konsumsi daging babi menjadi penanda penting dalam pengawasan kebiasaan makan oleh Inkuisisi. Perubahan pola makan ini memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan masakan Spanyol modern, dengan daging babi menjadi bahan utama dalam berbagai hidangan khas Spanyol.
Awalnya, Inkuisisi fokus pada mereka yang dicurigai mempraktikkan agama Yahudi. Namun, pada paruh kedua abad ke-16, fokus beralih pada kaum Morisco yang diduga mempraktikkan Islam secara rahasia, termasuk menghindari konsumsi daging babi. Hal ini menunjukkan perubahan fokus dalam strategi penindasan.
Kaum Morisco yang secara resmi beragama Katolik tetapi tetap memegang teguh keyakinan sebelumnya dianggap sebagai musuh negara. Hal ini menunjukkan hubungan erat antara kesetiaan agama dan politik pada masa itu. Ketaatan pada agama Katolik menjadi syarat utama untuk kesetiaan politik.
Temuan arkeologi di Cartuja memberikan bukti penting tentang ketahanan budaya Morisco. Meskipun di bawah tekanan dan pengawasan ketat, beberapa keluarga Andalusia tetap mempertahankan tradisi kuliner mereka selama beberapa dekade setelah penaklukan. Ini menggambarkan keuletan budaya dan identitas dalam menghadapi penindasan.
Kesimpulannya, temuan arkeologi di Granada memberikan wawasan baru dan lebih dalam tentang kehidupan masyarakat Morisco setelah penaklukan. Mereka menunjukkan bagaimana budaya dan tradisi dapat bertahan bahkan dalam situasi yang penuh tekanan dan represif. Lebih lanjut, hal ini menggarisbawahi pentingnya arkeologi dalam mengungkap sejarah yang tersembunyi dan seringkali terlupakan.