Dua astronot NASA, Barry “Butch” Wilmore dan Sunita “Suni” Williams, telah kembali ke Bumi setelah sembilan bulan terdampar di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Pendaratan kapsul SpaceX Crew Dragon “Freedom” di lepas pantai Florida pada 18 Maret 2025 menandai akhir dari misi yang jauh melampaui rencana awal. Kejadian ini menarik perhatian global dan menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan teknologi antariksa.
Petualangan luar angkasa yang tak terduga ini berawal dari misi uji coba berawak pertama Boeing Starliner pada Juni 2024. Misi yang direncanakan berlangsung selama 10 hari tersebut mengalami masalah teknis serius. Kebocoran helium dan kegagalan pendorong pada sistem propulsi Starliner memaksa NASA untuk mengambil keputusan krusial.
Keputusan tersebut adalah mengembalikan Starliner ke Bumi tanpa awak pada September 2024, meninggalkan Wilmore dan Williams di ISS. Keduanya kemudian bergabung dengan Ekspedisi 72, sebuah misi jangka panjang di stasiun luar angkasa. Situasi ini menyoroti pentingnya redundansi dan rencana darurat dalam misi luar angkasa.
Kesempatan pulang akhirnya datang berkat misi SpaceX Crew-9. Kapsul “Freedom”, yang membawa astronot NASA Nick Hague dan kosmonaut Rusia Aleksandr Gorbunov ke ISS, memiliki kursi kosong untuk Wilmore dan Williams. Pergantian kru dengan misi Crew-10 yang tiba pada 16 Maret 2025 membuka jalan bagi kepulangan mereka.
Kepulangan dramatis ini disiarkan langsung oleh NASA. Penutupan palka antara kapsul dan ISS terjadi pukul 02:45 GMT, diikuti pelepasan kapsul pada pukul 05:05 GMT. Setelah perjalanan melintasi atmosfer Bumi, kapsul mendarat dengan bantuan parasut di Teluk Meksiko. Tim pemulihan SpaceX segera mengangkat kapsul dan astronot dilaporkan dalam kondisi baik, meskipun butuh waktu untuk beradaptasi kembali dengan gravitasi Bumi.
“Sungguh perjalanan yang luar biasa,” ucap Hague, komandan kapsul. “Saya melihat kapsul itu penuh dengan senyum lebar,” imbuhnya, menggambarkan suasana gembira saat kepulangan. Pernyataan ini mencerminkan lega dan sukacita yang dirasakan semua pihak yang terlibat.
Setelah pendaratan, para astronot diterbangkan ke Johnson Space Center di Houston untuk pemeriksaan kesehatan. Proses ini sesuai dengan prosedur standar kepulangan astronot. Setelah dinyatakan sehat oleh dokter penerbangan NASA, mereka dapat berkumpul kembali dengan keluarga masing-masing.
Dampak Politik dan Teknologis
Insiden ini menarik perhatian Presiden AS Donald Trump, yang saat itu baru menjabat. Trump menyerukan kepulangan Wilmore dan Williams segera, menuduh mantan Presiden Joe Biden “meninggalkan” mereka di ISS karena alasan politik. Tuduhan ini disampaikan tanpa bukti.
CEO SpaceX Elon Musk, penasihat dekat Trump, juga menyuarakan seruan untuk kepulangan lebih cepat. Kejadian ini menyoroti peran Crew Dragon sebagai satu-satunya wahana antariksa berawak orbital milik AS pada saat itu, dengan Boeing Starliner masih dalam tahap pengembangan. Kegagalan Starliner menimbulkan pertanyaan tentang masa depan pengembangannya.
Efek Tinggal Lama di Luar Angkasa
Tinggal di luar angkasa selama berbulan-bulan memiliki dampak signifikan terhadap tubuh manusia. Atrofi otot dan gangguan penglihatan merupakan beberapa efek yang mungkin terjadi. Wilmore dan Williams mencatat 286 hari di luar angkasa, lebih lama dari durasi misi ISS rata-rata enam bulan, tetapi jauh di bawah rekor 371 hari Frank Rubio pada 2023 akibat kebocoran pendingin di pesawat ruang angkasa Rusia.
Williams, yang telah menyelesaikan penerbangan antariksanya yang ketiga, mencatat 608 hari kumulatif di luar angkasa, menempatkannya sebagai astronot AS dengan jumlah hari terbanyak kedua setelah Peggy Whitson (675 hari). Kosmonot Rusia Oleg Kononenko memegang rekor dunia dengan 878 hari kumulatif.
Aktivitas di ISS dan Masa Depan Eksplorasi Antariksa
Selama berada di ISS, Wilmore dan Williams melakukan penelitian ilmiah dan perawatan rutin bersama lima astronot lainnya. Williams melakukan dua perjalanan luar angkasa selama enam jam untuk perawatan di luar ISS, salah satunya bersama Wilmore. Pengalaman mereka berkontribusi pada pemahaman kita tentang kerja dan kehidupan di lingkungan mikro gravitasi.
ISS, sebuah laboratorium penelitian seukuran lapangan sepak bola pada ketinggian sekitar 409 km, telah dihuni secara terus-menerus selama hampir 25 tahun. Stasiun ini merupakan platform utama diplomasi sains yang dikelola terutama oleh AS dan Rusia. Kejadian ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan eksplorasi antariksa, serta pentingnya kerjasama internasional.
Williams mengungkapkan keinginannya untuk pulang dan bertemu kembali dengan anjing dan keluarganya. “Ini seperti naik turunnya kehidupan bagi mereka, mungkin sedikit lebih berat daripada bagi kami,” katanya, menekankan dampak emosional dari misi panjang tersebut pada keluarga astronot.
Kesimpulannya, kepulangan Wilmore dan Williams menandai akhir dari misi yang menantang dan mengungkap berbagai aspek kompleks dari eksplorasi antariksa, dari tantangan teknologi hingga dampak psikologis pada astronot dan keluarga mereka. Kejadian ini juga mempertegas perlunya perencanaan yang cermat, redundansi sistem, dan kerjasama internasional dalam usaha eksplorasi ruang angkasa di masa depan.