Pepatah “semakin ditekan, semakin tinggi melenting” sangat menggambarkan respons China terhadap sanksi dagang Amerika Serikat (AS). Sanksi tersebut, yang melarang perusahaan teknologi AS berbisnis dengan perusahaan China, termasuk pengiriman chip AI, justru menjadi katalis bagi inovasi teknologi Negeri Tirai Bambu.
Alih-alih terhambat, China memanfaatkan situasi ini untuk mempercepat pengembangan teknologi domestik. Mereka menunjukkan kemampuan berinovasi dengan menciptakan berbagai teknologi canggih yang menarik perhatian global. Salah satu contohnya adalah DeepSeek, teknologi kecerdasan buatan (AI) yang diklaim lebih efisien dan hemat biaya dibandingkan ChatGPT.
Keberhasilan China juga terlihat di sektor semikonduktor. SMIC, produsen chip asal China, berhasil memproduksi chip 7nm meskipun ekspor teknologi chip dibatasi AS. Ini menunjukkan kemampuan China untuk mengatasi hambatan teknologi yang diberlakukan oleh AS.
Prestasi paling menonjol adalah pengembangan “Zuchongzhi-3”, prototipe prosesor komputer kuantum yang diklaim 1 kuadriliun kali lebih cepat dari superkomputer terkuat saat ini, “El Capitan”, dan satu juta kali lebih cepat daripada “Sycamore” milik Google. Kemajuan ini menunjukkan ambisi China dalam penguasaan teknologi komputasi kuantum.
Daftar Hitam “Entity List” AS dan Dampaknya
AS memiliki “Entity List”, daftar hitam perusahaan yang dilarang melakukan transaksi dan kerjasama dengan perusahaan AS. Daftar ini mencakup perusahaan China yang dianggap memiliki hubungan dengan pemerintah China, seperti produsen drone DJI, vendor ponsel Huawei dan ZTE, serta SMIC.
Pencantuman dalam “Entity List” memiliki dampak signifikan. Huawei, misalnya, kehilangan akses ke teknologi penting dari AS seperti sistem operasi Android dan chipset Snapdragon. Hal ini membatasi kemampuan Huawei dalam memproduksi smartphone berteknologi canggih dan kompetitif di pasar global.
SMIC juga mengalami kendala dalam memproduksi chip canggih karena masuk ke dalam “Entity List” sejak Desember 2020. Akses mereka ke teknologi AS untuk memproduksi chip dengan arsitektur 10nm atau lebih canggih terbatas secara signifikan. Chip terakhir yang berhasil mereka produksi memiliki fabrikasi 14 nanometer.
Strategi Berdikari China
Sebagai respons atas embargo teknologi AS, China mengadopsi strategi berdikari, yaitu membangun kemampuan teknologi secara mandiri. Mereka menginvestasikan dana besar dalam pengembangan teknologi domestik, dari AI hingga semikonduktor.
Sejak 2014, China telah mendirikan China Integrated Circuit Industry Investment Fund (Big Fund) untuk mendorong pengembangan industri semikonduktor dalam negeri. Investasi besar-besaran ini menunjukkan komitmen China untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi asing.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa sanksi AS, alih-alih melumpuhkan China, justru menjadi motivasi bagi peningkatan inovasi dan pengembangan teknologi di dalam negeri. China terus berinvestasi dalam riset dan pengembangan, membangun ekosistem teknologi yang lebih mandiri dan kompetitif di kancah internasional.
Meskipun masih ada jalan panjang yang harus ditempuh, kemajuan yang dicapai China dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kemampuan adaptasi dan daya saing yang tinggi dalam menghadapi tekanan geopolitik dan persaingan teknologi global. Keberhasilan ini menjadi pelajaran penting bagi negara lain untuk mengembangkan strategi teknologi yang lebih mandiri dan berkelanjutan.