Menkominfo Dukung Peningkatan Pemain LEO, Ciptakan Kompetisi Sehat

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Meutya Hafid menyatakan dukungannya terhadap peningkatan jumlah pemain industri satelit Low Earth Orbit (LEO) di Indonesia. Ia melihat hal ini sebagai langkah positif untuk menciptakan persaingan yang sehat dan memberikan masyarakat lebih banyak pilihan akses konektivitas internet.

Pernyataan tersebut disampaikan Menkominfo Meutya Hafid di Jakarta pada Jumat malam. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima pernyataan minat dari Amazon Kuiper, perusahaan satelit LEO asal Amerika Serikat, untuk turut meramaikan industri telekomunikasi berbasis satelit di Indonesia. Kehadiran Amazon Kuiper diharapkan dapat memberikan persaingan yang lebih baik terhadap Starlink yang saat ini mendominasi pasar.

“Kita perlu juga kompetisi terhadap Starlink yang saat ini merajai pasar dan cukup masif. Begitu pun kalau ada dari lokal ataupun negara lain, lokal tentu lebih bagus. Pada prinsipnya kita juga dorong mereka (pemain satelit LEO asing) yang mau masuk untuk menggandeng perusahaan lokal maupun operator seluler lokal,” ujar Menkominfo.

Dalam pertemuan dengan Menkominfo, Amazon Kuiper memaparkan rencana investasi dan layanan yang akan diberikan kepada masyarakat Indonesia. Transparansi yang ditunjukkan Amazon Kuiper dinilai positif dan patut didukung oleh pemerintah.

Menkominfo Meutya Hafid juga menjamin bahwa kehadiran satelit LEO tidak akan mengganggu layanan satelit pemerintah yang telah ada. Layanan satelit pemerintah, seperti Satelit Republik Indonesia-1 (SATRIA-1), beroperasi di orbit geostasioner (GEO) yang berbeda dengan satelit LEO. Keduanya menggunakan teknologi dan orbit yang berbeda sehingga tidak akan saling tumpang tindih.

Perbedaan Satelit LEO dan GEO

Penting untuk memahami perbedaan mendasar antara satelit LEO dan GEO. Satelit GEO, seperti SATRIA-1, berada di orbit tetap di atas ekuator, sehingga selalu berada di posisi yang sama relatif terhadap permukaan bumi. Hal ini memungkinkan cakupan yang luas, namun membutuhkan satelit berukuran lebih besar dan daya pancar yang lebih kuat.

Sebaliknya, satelit LEO mengorbit bumi pada ketinggian yang lebih rendah. Meskipun cakupan area layanannya lebih terbatas, satelit LEO menawarkan latensi yang lebih rendah (waktu tunda), kecepatan transfer data yang lebih tinggi, dan biaya peluncuran yang umumnya lebih rendah.

Keunggulan Satelit LEO

  • Latensi rendah
  • Kecepatan transfer data tinggi
  • Biaya peluncuran lebih rendah
  • Keunggulan Satelit GEO

  • Cakupan area luas
  • Posisi tetap relatif terhadap permukaan bumi
  • Dengan demikian, keberadaan satelit LEO dan GEO saling melengkapi, bukan saling bersaing. Satelit LEO dapat memberikan layanan internet berkecepatan tinggi di daerah-daerah tertentu, sementara satelit GEO tetap memberikan cakupan yang luas untuk daerah terpencil dan fasilitas publik.

    Sejak diresmikan pada akhir Desember 2023 hingga data terbaru per 29 Oktober 2024, SATRIA-1 telah melayani 18.501 titik fasilitas publik di Indonesia. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyediakan akses internet di seluruh wilayah Indonesia.

    “Ini kan LEO (yang didukung pertumbuhannya), jadi gak tumpang tindih. Kan teknologinya beda (dengan SATRIA-1),” tegas Menkominfo Meutya Hafid menanggapi kekhawatiran akan potensi tumpang tindih layanan.

    Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan konektivitas internet di seluruh wilayah, baik melalui satelit maupun infrastruktur terrestrial. Dukungan terhadap perkembangan industri satelit LEO diharapkan dapat mempercepat terwujudnya akses internet yang merata dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.

    Dengan adanya persaingan yang sehat di sektor ini, diharapkan akan terjadi inovasi dan penurunan harga layanan internet satelit, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia.

    Exit mobile version