Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya menilai layanan verifikasi WorldID milik OpenAI berpotensi besar mengatasi berbagai masalah di Indonesia. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada pengelolaan yang transparan dan aman. Jika data dikelola secara transparan, diaudit lembaga independen, dan memenuhi standar keamanan, WorldID layak dipertimbangkan untuk beroperasi di Indonesia.
Alfons menekankan pentingnya transparansi dan audit independen dalam pengelolaan data WorldID. Hal ini untuk memastikan keamanan dan mencegah penyalahgunaan data pribadi pengguna di Indonesia.
WorldID: Solusi untuk Berbagai Masalah di Indonesia?
Alfons optimis WorldID dapat membantu menyelesaikan sejumlah permasalahan di Indonesia. Sistem identifikasi yang canggih ini dapat mengatasi kendala dalam berbagai sektor.
Salah satu contohnya adalah masalah penjualan tiket secara online. Sistem WorldID diklaim mampu membedakan manusia dengan bot atau AI, sehingga mencegah praktik _botting_ yang sering terjadi saat penjualan tiket konser atau pertandingan olahraga. Penggunaan bot akan terdeteksi dan diblokir.
WorldID juga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan akun bot dan _buzzer_. Sistem ini mampu mendeteksi dan memblokir akun-akun bot yang digunakan untuk menyebarkan informasi menyesatkan atau melakukan manipulasi opini publik. Hal ini akan menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Lebih lanjut, WorldID dapat membantu mencegah penyalahgunaan identitas. Sistem biometrik yang akurat dapat mendeteksi jika seseorang mencoba membuat KTP, SIM, atau paspor lebih dari satu kali, meskipun menggunakan nama dan identitas berbeda. Biometrik yang unik akan tetap terdeteksi oleh sistem.
Risiko Kebocoran Data dan Perlindungan Data Pribadi
Meskipun menawarkan banyak manfaat, risiko kebocoran data tetap menjadi perhatian utama. Alfons mengakui potensi ini, namun ia menekankan pentingnya pengelolaan data yang aman dan teraudit.
Penggunaan enkripsi yang kuat dan audit berkala oleh lembaga independen dapat meminimalisir risiko kebocoran data. Alfons juga mencatat bahwa data pribadi warga Indonesia telah lama dikelola oleh perusahaan asing, seperti Google dan Meta, tanpa masalah berarti. Manfaat dari layanan-layanan tersebut dinilai lebih besar daripada risiko yang ada.
Namun, ia tetap mempertanyakan kewaspadaan pemerintah terhadap data pribadi warganya yang tersimpan di cloud dan aplikasi asing. Alfons merasa perlu ada pengawasan yang lebih ketat terhadap data pribadi warga negara.
Rekomendasi untuk Pemerintah Indonesia
Alih-alih langsung melarang layanan WorldID, Alfons menyarankan pemerintah untuk mengeksplorasi potensinya. Pemerintah dapat memanfaatkan WorldID dengan menetapkan sejumlah syarat, seperti penyimpanan data biometrik di dalam negeri dan pengawasan yang ketat.
Dengan kerja sama yang baik, WorldID dapat memberikan manfaat besar bagi Indonesia. Pemerintah perlu memastikan kepatuhan WorldID terhadap peraturan dan standar keamanan data yang berlaku di Indonesia.
Alfons menduga pembekuan izin WorldID dan Worldcoin mungkin disebabkan masalah administratif. Ia menyarankan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini dengan bijak, sehingga teknologi yang bermanfaat dapat dinikmati masyarakat Indonesia dengan tetap menjaga keamanan data. Hal ini penting untuk menciptakan keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan data pribadi.
Dengan demikian, implementasi WorldID di Indonesia perlu dikaji dengan cermat, mempertimbangkan potensi manfaatnya yang besar untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan teknologi, namun tetap memprioritaskan keamanan dan perlindungan data pribadi warga negara. Kolaborasi yang baik antara pemerintah dan pengembang teknologi sangat penting untuk mencapai tujuan ini.