Setelah penantian lima bulan, iPhone 16 dan iPhone 16e akhirnya mendapatkan sertifikat TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Sertifikat ini menjadi kunci bagi Apple untuk dapat menjual kedua model iPhone tersebut di Indonesia.
Perjalanan Apple untuk mendapatkan sertifikat TKDN ini tidaklah mudah. Mereka menghadapi berbagai tantangan, termasuk larangan penjualan iPhone 16 di Indonesia karena belum memenuhi persyaratan TKDN.
Larangan penjualan iPhone 16 di Indonesia diumumkan pada Oktober 2024 oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Alasannya, Apple belum memenuhi persyaratan TKDN minimal 35-40 persen yang diwajibkan untuk setiap perangkat telekomunikasi seluler yang dijual di Indonesia.
Baca selengkapnya di Oppo A5 Pro Segera Hadir di Indonesia, Pemesanan Dibuka Minggu Depan untuk informasi lebih lanjut.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan bahwa PT Apple Indonesia belum memenuhi komitmen investasinya untuk memperoleh sertifikasi TKDN melalui skema inovasi. Hal ini menjadi penyebab utama pelarangan tersebut.
Jalan Terjal Menuju Sertifikat TKDN
Ada tiga skema yang bisa dipilih vendor untuk memenuhi TKDN: pertama, melalui jalur perangkat keras (hardware) dengan membangun manufaktur atau merakit ponsel di Indonesia; kedua, melalui software dengan menggandeng pengembang aplikasi lokal; dan ketiga, melalui skema inovasi dengan komitmen investasi tertentu.
Apple memilih skema inovasi, dengan komitmen investasi sekitar Rp 1,7 triliun untuk membangun Apple Developer Academy di Indonesia. Namun, komitmen ini belum sepenuhnya terealisasi, hanya sekitar Rp 1,4 triliun yang telah dibayarkan. Sisa Rp 271 miliar belum dilunasi.
Jangan lewatkan artikel Nubia Neo 3: Tombol L1/R1 ala PlayStation & 4 Fitur Gaming Ciamik Lainnya, cek sekarang!
Selain masalah investasi yang belum terpenuhi, Apple juga belum memperbarui sertifikat TKDN yang sebelumnya berlaku hingga 2023. Kombinasi dari dua hal ini menjadi penyebab utama larangan penjualan iPhone 16 di Indonesia.
Negosiasi dan Penolakan
Menyusul larangan tersebut, Apple melakukan beberapa upaya negosiasi dengan pemerintah. Mereka mengajukan permohonan audiensi dan menawarkan pelunasan sebagian utang investasi, sekitar Rp 157 miliar, yang akan disalurkan ke pabrik di Bandung melalui mitra lokal untuk memproduksi aksesoris dan komponen Apple.
Namun, tawaran tersebut ditolak pemerintah. Apple kemudian mengajukan tawaran investasi baru sebesar 100 juta dollar AS (sekitar Rp 1,58 triliun) yang akan dilunasi selama dua tahun. Tawaran ini pun ditolak karena dianggap belum memenuhi prinsip keadilan dalam investasi di Indonesia.
Penolakan berulang kali ini menunjukkan betapa ketat pemerintah Indonesia dalam mengawasi dan menegakkan aturan TKDN. Hal ini bertujuan untuk mendorong investasi dan pengembangan industri dalam negeri, sekaligus meningkatkan nilai tambah ekonomi Indonesia.
Implikasi dan Analisis
Kasus ini menyoroti pentingnya komitmen investasi bagi perusahaan asing yang ingin beroperasi di Indonesia. Peraturan TKDN tidak hanya sekadar persyaratan administratif, tetapi juga mencerminkan upaya pemerintah dalam melindungi dan mengembangkan industri dalam negeri.
Keberhasilan Apple akhirnya mendapatkan sertifikat TKDN setelah melewati proses yang panjang dan negosiasi yang alot, menunjukkan pentingnya dialog dan kompromi antara pemerintah dan investor asing. Namun, kasus ini juga menjadi pelajaran berharga bagi investor lain untuk memahami dan memenuhi peraturan yang berlaku di Indonesia.
Ke depan, perlu ada transparansi dan komunikasi yang lebih baik antara pemerintah dan perusahaan asing untuk menghindari permasalahan serupa. Hal ini penting untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan berkelanjutan di Indonesia.