Travel  

Tradisi Ngabuburit: Menjelang Buka Puasa di Bulan Ramadhan

Ngabuburit, istilah yang akrab di telinga masyarakat Indonesia, khususnya saat Ramadan tiba, merujuk pada kegiatan menunggu waktu berbuka puasa. Kegiatan ini biasanya diisi dengan aktivitas menyenangkan dan bermanfaat. Asal-usulnya menarik untuk ditelusuri.

Istilah “ngabuburit” berasal dari bahasa Sunda. Kata dasarnya adalah “burit” yang berarti sore atau petang. Dengan menambahkan awalan “nga-“, kata tersebut berubah menjadi kata kerja “ngabuburit”, berarti melakukan sesuatu sambil menunggu sore.

Kamus Bahasa Sunda mencatat “ngabuburit” berasal dari frasa “ngalantung ngadagoan burit”, yang berarti bersantai menunggu sore. Kamus Sunda-Indonesia juga mendefinisikannya sebagai kegiatan mengisi waktu hingga petang, terutama di bulan Ramadan.

Baca selengkapnya di 15 Kolam Renang Jakarta: Surga Kesenangan Keluarga, Liburan Anak Terjamin! untuk informasi lebih lanjut.

Bahkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun telah memasukkan istilah ini, mendefinisikannya sebagai kegiatan menunggu waktu berbuka puasa menjelang azan Magrib di bulan Ramadan.

Asal-usul dan Sejarah Ngabuburit

Penggunaan “ngabuburit” telah lama dikenal, seiring masuknya Islam ke wilayah Sunda. Populeritasnya meningkat pesat di era 1980-an, terutama di Bandung, dengan munculnya acara musik bernuansa Islami menjelang berbuka puasa.

Dari Bandung, tradisi ini menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Kemudahan pengucapan dan peran media massa turut mendorong penyebarannya ke luar komunitas Sunda. Kini, ngabuburit telah menjadi bagian dari kosa kata nasional.

Variasi Istilah Ngabuburit di Indonesia

Meskipun “ngabuburit” populer, banyak daerah di Indonesia memiliki istilah sendiri untuk kegiatan menunggu berbuka puasa. Ini menunjukkan kekayaan budaya dan bahasa Indonesia.

Di Minangkabau, istilahnya adalah “malengah puaso”, berarti melakukan aktivitas untuk mengalihkan perhatian dari rasa lapar dan haus. Suku Banjar di Kalimantan Selatan menggunakan “basambang”, yang berarti berjalan-jalan saat senja.

Ingin tahu lebih banyak? Simak Khidmat dan Haru, Buka Puasa Kedua Ramadhan 2025 di Masjid Istiqlal sekarang!

Masyarakat Madura menggunakan dua istilah, yaitu “nyarè malem” (mencari malam) dan “nyarè bhuka’an” (mencari makanan berbuka). Meskipun istilahnya berbeda, makna dan tujuannya sama: mengisi waktu sebelum berbuka dengan hal yang menyenangkan dan bermanfaat.

Kegiatan Ngabuburit yang Populer

Aktivitas ngabuburit sangat beragam, bergantung pada daerah dan kebiasaan masyarakat. Beberapa kegiatan populer antara lain berburu takjil, baik di pasar Ramadan atau mencari takjil gratis.

Kegiatan keagamaan seperti membaca Al-Quran, mengikuti pesantren kilat, atau mendengarkan ceramah agama juga menjadi pilihan. Berkumpul dengan teman dan keluarga sambil menunggu berbuka puasa merupakan kegiatan yang menyenangkan dan umum dilakukan.

Wisata kuliner juga menjadi daya tarik tersendiri. Beragam hidangan lezat, dari tradisional hingga modern, tersedia di pasar Ramadan atau pusat kuliner. Hal ini membuat ngabuburit menjadi pengalaman yang kaya dan berkesan.

Tradisi Unik Ngabuburit di Berbagai Daerah

Beberapa daerah memiliki tradisi ngabuburit yang unik. Misalnya, tradisi Kumbohan di bantaran Bengawan Solo, yaitu berburu ikan mabuk. Ada juga balap perahu layar mini di Pantai Kenjeran, Surabaya.

Tradisi Bleguran di Betawi dan panjat tebing di Madiun juga menjadi kegiatan ngabuburit yang khas. Keunikan ini memperkaya ragam tradisi ngabuburit di Indonesia.

Secara keseluruhan, ngabuburit tidak sekadar menunggu waktu berbuka puasa, tetapi juga menjadi bagian dari budaya yang mempererat kebersamaan dan memperkaya pengalaman spiritual selama Ramadan. Tradisi ini mencerminkan kekayaan budaya dan keragaman Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *