Seorang pramugari Alaska Airlines, Nelle Diala, baru-baru ini menjadi sorotan setelah pemecatannya yang viral di media sosial. Pemecatan ini dipicu oleh sebuah video dirinya yang tengah melakukan twerking di dalam pesawat, yang kemudian tersebar luas.
Diala, yang masih dalam masa percobaan enam bulan sebagai pramugari, menyatakan kepada Inside Edition bahwa Alaska Airlines menggunakan pelanggaran kebijakan media sosial sebagai alasan pemecatannya. Ia merasa keputusan ini tidak adil, mengingat dedikasi dan kebanggaannya terhadap pekerjaan tersebut.
Dalam wawancara tersebut, Diala mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan mendadak tersebut tanpa diberikan kesempatan. Ia merasa telah bekerja keras dan bangga dengan pencapaiannya hingga saat itu. Menurutnya, video dan unggahannya, termasuk tariannya, tidak seharusnya dianggap tidak pantas.
Lebih lanjut, Diala mengungkapkan kepada Daily Mail kecurigaannya bahwa pemecatannya didasari diskriminasi, mengingat tariannya, yang dilakukan dengan latar musik berjudul “Ghetto”, dianggap sebagai representasi budaya perkotaan. Ia bahkan menyinggung kemungkinan adanya bias anti-Semit mengingat konteks historis nama “Ghetto”.
Kontroversi Tarian dan Interpretasi Budaya
Video twerking yang direkam pada pukul 6 pagi, saat pesawat dalam kondisi transit dan menunggu pilot, dibuat Diala sebagai upaya untuk “mempromosikan” dirinya sendiri. Ia bermaksud untuk membangkitkan semangat dan memulai hari dengan energi positif. Namun, aksi ini justru berujung pada kontroversi besar dan hilangnya pekerjaannya.
Diala menjelaskan bahwa tidak ada penumpang di pesawat saat video tersebut direkam. Ia menekankan bahwa video itu tidak berbahaya dan hanya dibuat untuk tujuan pribadi, bukan untuk konsumsi publik secara luas. Namun, penyebaran video tersebut di luar kendalinya. Ia merasa tindakannya tersebut tidak pantas untuk menjadi alasan pemecatan.
Pernyataan Diala yang menuduh perusahaan menerapkan standar ganda dan bias terhadapnya perlu mendapatkan perhatian. Pernyataan-pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan penting mengenai batasan kebebasan berekspresi di tempat kerja, khususnya di lingkungan yang terkait dengan layanan publik seperti industri penerbangan.
Tanggapan Alaska Airlines dan Implikasi Hukum
Alaska Airlines, dalam pernyataan resmi kepada The Independent, menyatakan bahwa mereka menjunjung tinggi standar perilaku dan kepedulian terhadap tamu. Mereka menekankan bahwa semua pramugari baru menjalani masa percobaan yang sama. Pernyataan ini tidak secara spesifik membahas kasus Diala, tetapi menggarisbawahi kebijakan internal perusahaan.
Meskipun Alaska Airlines enggan mengomentari detail kasus ini, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana perusahaan besar mendefinisikan dan menerapkan kebijakan media sosial bagi karyawan mereka. Apakah kebijakan tersebut adil dan konsisten diterapkan pada semua karyawan? Apakah terdapat peluang untuk diskriminasi atau ketidakadilan dalam penerapan kebijakan tersebut?
Peristiwa ini juga memunculkan pertanyaan hukum yang signifikan. Apakah pemecatan Diala dapat digugat secara hukum? Apakah ada pelanggaran hak-hak karyawan yang terjadi dalam proses pemecatan ini? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan kajian hukum lebih lanjut dan mungkin akan diuji di pengadilan.
Dampak bagi Diala dan Industri Penerbangan
Kehilangan pekerjaan impiannya mempengaruhi rencana bisnis Diala di bidang pakaian dalam dan makanan penutup. Ia menggunakan penghasilannya sebagai pramugari untuk membiayai usaha tersebut. Kehilangan pekerjaan ini berarti kehilangan sumber pendapatan utama untuk mendukung mimpinya tersebut.
Kasus ini berdampak lebih luas pada industri penerbangan. Ini menjadi pengingat penting bagi perusahaan penerbangan untuk meninjau dan memastikan kebijakan media sosial mereka adil, jelas, dan tidak menimbulkan interpretasi yang beragam. Perusahaan perlu mempertimbangkan dampak yang lebih luas dan implikasi hukum sebelum mengambil tindakan disipliner terhadap karyawan.
Kasus Nelle Diala menyoroti pentingnya keseimbangan antara kebebasan berekspresi karyawan dan standar profesional di tempat kerja. Perdebatan ini akan terus berlanjut, dan kasus ini menjadi studi kasus bagi perusahaan dan karyawan di industri penerbangan dan di sektor lainnya.