Bursa saham Asia Pasifik menunjukkan kinerja yang beragam pada perdagangan Senin, 24 Maret 2025. Kenaikan indeks di beberapa bursa terjadi di tengah mendekatnya tenggat waktu tarif dagang yang ditetapkan Presiden AS pada 2 April 2025. Hal ini menciptakan ketidakpastian pasar yang berdampak pada fluktuasi harga saham.
Indeks ASX 200 di Australia mengalami penurunan tipis sebesar 0,07 persen. Penurunan ini mungkin mencerminkan sentimen investor yang masih was-was terhadap dampak tarif dagang. Sementara itu, indeks Kospi di Korea Selatan menunjukan penguatan ringan sebesar 0,13 persen. Penguatan ini terjadi setelah Mahkamah Konstitusi Korea Selatan membatalkan pemakzulan Perdana Menteri Han Duck-soo, sebuah keputusan yang mengurangi ketidakpastian politik di negara tersebut. Indeks Kosdaq bahkan naik lebih signifikan, mencapai 0,74 persen.
Di Jepang, Indeks Nikkei 225 menguat 0,14 persen, menunjukkan optimisme pasar terhadap prospek ekonomi Jepang. Sebaliknya, Indeks Topix mengalami pelemahan sebesar 0,24 persen. Hal ini menunjukkan pergerakan yang tidak seragam di dalam pasar saham Jepang. Di Hong Kong, indeks Hang Seng naik 0,10 persen, sedangkan indeks CSI 300 di China relatif stagnan. Perdana Menteri China, Li Qiang, memperingatkan tentang peningkatan ketidakstabilan dan menyerukan pembukaan pasar serta perusahaan-perusahaan.
Pergerakan pasar saham Asia Pasifik mencerminkan sentimen global yang kompleks. Di sisi lain, pasar saham Amerika Serikat pada minggu sebelumnya menunjukkan tren positif. Tiga indeks acuan Wall Street menguat setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan fleksibilitas terkait tarif dagang. Namun, ia tetap menegaskan kembali batas waktu 2 April 2025 untuk tarif timbal balik, sehingga ketidakpastian tetap ada.
Indeks S&P 500 naik 0,08 persen ke posisi 5.667,56, berhasil mengakhiri empat minggu penurunan berturut-turut. Penurunan sebelumnya dipicu oleh kebijakan tarif dagang, kekhawatiran resesi, dan perubahan pada saham teknologi berkapitalisasi besar. Indeks Nasdaq juga menguat 0,52 persen, ditutup pada posisi 17.784,05. Indeks Dow Jones mencatat kenaikan 32,03 poin atau 0,08 persen, mencapai posisi 41.985,35.
Bursa Saham Eropa dan Penutupan Bandara Heathrow
Berbeda dengan Asia, pasar saham Eropa justru ditutup lebih rendah pada Jumat, 20 Maret 2025. Penurunan sebesar 1,6 persen ini terutama didorong oleh penurunan di sektor pariwisata akibat penutupan Bandara Heathrow di London karena insiden kebakaran di gardu listrik sekitar bandara.
Bursa Stoxx 600 di Eropa, CAC 40 Prancis, dan FTSE 100 Inggris semuanya ditutup sekitar 0,6 persen lebih rendah. DAX Jerman juga mengalami penurunan sebesar 0,5 persen. Penurunan ini signifikan, menunjukkan dampak langsung dari peristiwa tersebut terhadap sektor terkait.
Saham perusahaan sektor perjalanan dan rekreasi mengalami penurunan sekitar 1,6 persen. International Airlines Group, pemilik British Airways, bahkan diperdagangkan sekitar 1,9 persen lebih rendah. ArcelorMittal dan Stora Enso juga mengalami penurunan signifikan, sekitar 2,3 persen. Ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap peristiwa tak terduga yang berdampak besar pada ekonomi.
Investor Eropa juga mencermati pembaruan kebijakan moneter dari beberapa bank sentral di kawasan tersebut, serta Federal Reserve AS. Bank Sentral Rusia mempertahankan suku bunga utamanya di 21 persen, menunjukkan kekhawatiran atas tekanan inflasi. Bank Nasional Swiss memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, sementara Bank of England dan Riksbank Swedia memilih untuk tidak mengubah suku bunga mereka.
Penutupan IHSG pada 21 Maret 2025
Di Indonesia, IHSG meninggalkan posisi 6.300 pada perdagangan Jumat, 21 Maret 2025, dengan mayoritas sektor saham memerah. IHSG melemah 1,94 persen ke posisi 6.258,17, dan indeks LQ45 terpangkas 2,56 persen ke posisi 692,02.
Pada hari tersebut, IHSG berada di level tertinggi 6.426,16 dan terendah 6.218,60. Sebanyak 476 saham melemah, sementara 135 saham menguat dan 187 saham stagnan. Volume perdagangan mencapai 21,7 miliar saham dengan nilai transaksi harian Rp 21,7 triliun. Saham BBCA menjadi sorotan dengan transaksi mencapai Rp 2,1 triliun dan penurunan harga sebesar 5,67 persen ke posisi Rp 7.900 per saham.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa mayoritas sektor saham melemah, kecuali sektor industri yang naik 0,29 persen. Sektor teknologi mengalami koreksi terbesar dengan penurunan 5 persen. Sektor energi susut 1,02 persen, sektor basic turun 2,83 persen, dan sektor consumer nonsiklikal turun 2,17 persen. Sektor lainnya juga mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Kesimpulannya, pergerakan pasar saham global pada periode ini menunjukkan dinamika yang kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan tarif dagang AS, peristiwa tak terduga seperti penutupan Bandara Heathrow, dan kebijakan moneter dari berbagai bank sentral. Kondisi ini memerlukan analisis yang cermat dan antisipasi yang baik bagi para investor.