Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menuai polemik setelah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025. SK tersebut merevisi struktur Operation Management Office (OMO) Indonesia Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, memasukkan beberapa kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke dalam organisasi tersebut. FOLU Net Sink 2030 sendiri merupakan program pemerintah untuk mencapai kondisi di mana serapan gas rumah kaca (GRK) di sektor kehutanan dan lahan lebih tinggi daripada tingkat emisi pada tahun 2030.
Revisi struktur OMO FOLU ini mencakup perbaikan dan penyempurnaan dari struktur sebelumnya. Personel OMO terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN), mantan ASN, dan pihak eksternal yang diharapkan dapat membantu Kementerian Kehutanan mencapai target FOLU Net Sink 2030. Namun, penambahan kader PSI sebagai pihak eksternal inilah yang menjadi sorotan utama.
Beberapa kader PSI yang masuk dalam struktur OMO antara lain Andy Budiman (Dewan Penasihat Ahli), Endika Fitra Wijaya (Staf Kesekretariatan Bidang Pengelolaan Hutan Lestari), Sigit Widodo (anggota Bidang Peningkatan Cadangan Karbon), Furqan Amini Chaniago (anggota Bidang Konservasi), dan Suci Mayang Sari (anggota Bidang Penegakan Hukum dan Peningkatan Kapasitas). Masing-masing akan menerima honor, dengan besaran yang bervariasi tergantung posisi.
Raja Juli Antoni sendiri menjabat sebagai Penanggung Jawab OMO FOLU Net Sink 2030 dan akan menerima honor sebesar Rp50 juta per bulan. Anggota bidang akan menerima Rp20 juta per bulan, sedangkan staf akan menerima Rp8 juta per bulan. Menariknya, Menteri Kehutanan menegaskan bahwa pembiayaan OMO berasal dari pendanaan donor dan/atau negara mitra, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pendanaan FOLU Net Sink 2030 memang berasal dari Pemerintah Norwegia, yang telah memberikan kontribusi sebesar 216 juta dolar AS untuk hasil terverifikasi Indonesia dalam mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Dana tersebut dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Konflik Kepentingan dan Keraguan Publik
Meskipun pendanaan tidak berasal dari APBN, penempatan kader PSI dalam struktur OMO FOLU menuai kritik tajam. Banyak pihak menilai langkah ini rawan konflik kepentingan dan merusak integritas serta kredibilitas program FOLU Net Sink 2030. Keberadaan kader PSI dianggap lebih sebagai bagi-bagi jabatan, tanpa mempertimbangkan kompetensi dan pengalaman di bidang kehutanan.
Dedi Kurnia Syah, analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), menyayangkan keputusan tersebut. Ia berpendapat bahwa OMO seharusnya melibatkan profesional di bidang lingkungan hidup, seperti peneliti dari CIFOR atau aktivis dari WALHI, bukannya kader partai politik.
Badiul Hadi, Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), menambahkan bahwa transparansi proses rekrutmen sangat penting untuk mencegah kegaduhan publik. Ia juga menilai kebijakan ini kontraproduktif dengan semangat efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintah.
Kunto Adi Wibowo, analis politik dari Universitas Padjadjaran, sepakat bahwa penempatan kader PSI tanpa track record di bidang kehutanan menimbulkan kesan bagi-bagi jabatan. Ia bahkan mengaitkan hal ini dengan manuver politik internal PSI menjelang kongres, khususnya terkait ambisi Raja Juli Antoni atau dukungan terhadap Kaesang Pangarep.
Praktik Umum atau Pelanggaran Etika?
Praktik memasukkan kader partai ke dalam struktur kementerian memang bukan hal baru di Indonesia. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menyebutnya sebagai fenomena biasa. Namun, Musfi Romdoni dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai Raja Juli Antoni melakukannya secara “kasar” dan tidak memperhitungkan persepsi publik.
Hal ini semakin diperparah dengan citra PSI sebagai “partai anak muda” yang transparan dan bebas korupsi. Keputusan ini dianggap kontraproduktif dengan nilai-nilai yang selama ini diusung oleh partai tersebut. Kritik pun ditujukan kepada Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI yang dinilai belum mampu menegur tindakan Raja Juli Antoni.
Juru Bicara DPP PSI, Agus Mulyono Herlambang, membela langkah tersebut dengan alasan kader-kader PSI yang ditunjuk memiliki kapasitas dan integritas, serta sebagian besar bertugas di bidang kesekretariatan. Ia juga menekankan bahwa mereka telah lama bekerja sama dengan Raja Juli Antoni.
Kesimpulannya, keputusan Menteri Kehutanan untuk memasukkan kader PSI ke dalam struktur OMO FOLU Net Sink 2030 memicu kontroversi dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi, profesionalisme, dan etika dalam pemerintahan. Meskipun pendanaan tidak berasal dari APBN, langkah ini dianggap merusak kredibilitas program dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.