CEO Apple, Tim Cook, baru-baru ini memberikan pernyataan terkait kekhawatiran akan kenaikan harga produk Apple akibat peningkatan tarif perdagangan AS. Dalam laporan keuangan terbaru, Apple menyebutkan akan menanggung beban tarif hingga US$ 900 juta (sekitar Rp 14,4 triliun) pada kuartal ini.
Meskipun biaya tersebut belum dibebankan kepada konsumen, Cook tidak menutup kemungkinan harga produk Apple, termasuk iPhone, akan naik di masa depan. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar bagi para pengguna Apple di seluruh dunia.
Dampak Tarif Perdagangan terhadap Harga Produk Apple
Cook mengakui keterlibatan Apple dalam diskusi mengenai tarif perdagangan. Namun, hingga saat ini belum ada pengumuman resmi mengenai kenaikan harga produk.
Apple tengah berupaya keras mengoptimalkan rantai pasokan untuk meminimalisir dampak tarif. Upaya ini diharapkan dapat mencegah kenaikan harga, setidaknya untuk sementara waktu.
Strategi Diversifikasi Produksi Apple
Sebagai langkah antisipasi, Apple terus berupaya mendiversifikasi lokasi produksi. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada China.
India menjadi salah satu negara yang dipilih untuk memenuhi permintaan pasar AS. Vietnam juga berperan penting sebagai lokasi produksi untuk lini produk lainnya.
Namun, diversifikasi produksi bukan jaminan penuh. Kebijakan tarif AS yang dinamis dan potensi dampaknya pada negara-negara alternatif tetap menjadi risiko yang perlu dipertimbangkan.
Produksi iPhone di AS: Tantangan Teknologi
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengungkapkan bahwa ia pernah berdiskusi dengan Tim Cook mengenai kemungkinan produksi iPhone di Amerika Serikat.
Cook menyatakan bahwa syarat utama untuk produksi iPhone di AS adalah tersedianya teknologi robotik canggih. Kemajuan teknologi robotika yang mampu bekerja dengan presisi tinggi dan skala besar sangat dibutuhkan.
Alasan di balik kebutuhan teknologi robotik tersebut adalah perbedaan biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja di AS jauh lebih tinggi daripada di China.
Di China, pekerja perakitan iPhone dilaporkan menerima upah sekitar US$ 3-3,7 per jam. Sementara itu, upah minimum federal di AS adalah US$ 7,25 per jam, lebih dari dua kali lipat upah di China.
Oleh karena itu, otomatisasi melalui robotika dianggap sebagai solusi untuk menekan biaya produksi di AS. Namun, belum ada kepastian kapan rencana ini akan direalisasikan.
Tarif Impor Tinggi dari China dan Dampaknya
Pemerintahan Donald Trump sebelumnya menerapkan tarif impor hingga 145 persen untuk produk dari China, termasuk smartphone. Hal ini berdampak signifikan pada Apple.
Sebagian besar produksi iPhone bergantung pada pabrik-pabrik di China, terutama yang dikelola oleh Foxconn. Tarif tinggi tersebut meningkatkan biaya produksi dan menjadi salah satu pemicu pertimbangan kenaikan harga.
Kesimpulannya, meskipun saat ini harga produk Apple masih stabil, ancaman kenaikan harga tetap ada. Langkah diversifikasi produksi dan rencana produksi di AS dengan bantuan teknologi robotik menjadi upaya Apple untuk menghadapi tantangan tarif perdagangan dan menjaga daya saingnya. Namun, realisasi rencana-rencana ini masih membutuhkan waktu dan tentunya akan sangat bergantung pada dinamika kebijakan perdagangan internasional.