Bahaya World ID: Ancaman Keamanan Data Pribadi Indonesia?

Bahaya World ID: Ancaman Keamanan Data Pribadi Indonesia?
Bahaya World ID: Ancaman Keamanan Data Pribadi Indonesia?

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengambil tindakan tegas dengan membekukan izin layanan verifikasi biometrik WorldID dan WorldCoin di Indonesia. Keputusan ini diambil menyusul viralnya antrean panjang masyarakat di berbagai lokasi operasional WorldCoin, seperti Jakarta dan Bekasi, yang berbondong-bondong menukarkan data biometrik mereka dengan token kripto yang dapat diuangkan.

Tools for Humanity, perusahaan di balik WorldCoin, telah merilis pernyataan resmi terkait penghentian sementara layanan mereka di Indonesia. Perusahaan menyatakan akan berkoordinasi dengan Kominfo untuk menelusuri lebih lanjut perihal perizinan yang menjadi dasar pembekuan tersebut.

Kekhawatiran Keamanan Data Biometrik

Praktisi keamanan siber, Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSRec, turut menyoroti potensi bahaya dari model operasional WorldID. Ia menilai, skema pemberian insentif berupa token kripto kepada masyarakat yang mau memindai iris mata mereka menimbulkan kekhawatiran serius tentang keamanan data.

Data biometrik, menurut Pratama, merupakan kategori data paling sensitif dan tidak dapat digantikan. Pengumpulan data ini tanpa pemahaman risiko yang memadai dari masyarakat menimbulkan masalah serius, terutama di Indonesia dengan tingkat literasi digital yang masih rendah.

Pemberian insentif kepada masyarakat yang mungkin belum sepenuhnya memahami risiko data biometrik menjadi sorotan. Hal ini mempertaruhkan tidak hanya data pribadi, tetapi juga martabat dan hak individu atas kendali dirinya di dunia digital.

Potensi Kerentanan Sistem dan Dominasi Ekosistem Digital

Meskipun WorldCoin mengklaim data disimpan secara lokal dan tidak terpusat, Pratama Persadha menekankan bahwa tidak ada sistem yang sepenuhnya aman. Kerentanan selalu ada, terutama jika mekanisme konversi data dan pemrosesan tidak transparan dan belum melalui uji lembaga independen.

Bahkan data yang tidak disimpan dalam bentuk iris mata mentah tetap berisiko. Pola unik yang dihasilkan bisa digunakan untuk pelacakan atau analisis lebih lanjut, terutama jika dikombinasikan dengan data lain.

Lebih jauh, Pratama mempertanyakan motif di balik pengumpulan data biometrik dalam skala besar. Pengumpulan data ini bukan hanya program distribusi bantuan, melainkan strategi untuk mengakuisisi identitas digital dalam jumlah masif. Ini berpotensi membangun ekosistem digital yang kuat dan terkonsolidasi.

Potensi ini dapat berdampak besar pada tatanan ekonomi digital global. Meskipun WorldCoin menyatakan tidak akan membagikan data iris mata ke pihak ketiga, data tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan sistem otentikasi universal.

Langkah Pemerintah dan Implikasi UU PDP

Brasil telah melarang layanan serupa dari WorldCoin dengan alasan keamanan data pribadi. Pratama Persadha berpendapat Indonesia bisa menerapkan langkah serupa, bahkan menjadi preseden untuk mencegah eksploitasi data warga negara.

Pembekuan sementara aktivitas WorldCoin di Indonesia menjadi sinyal kuat. Pemerintah Indonesia tidak menoleransi pengumpulan data dengan skema imbalan yang berisiko mengeksploitasi kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dapat menjadi payung hukum yang kuat dalam kasus ini. UU PDP mengatur data biometrik sebagai data pribadi yang memerlukan persetujuan eksplisit, tujuan yang jelas, dan batasan penggunaan.

Perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia wajib mematuhi UU PDP. Kegagalan memenuhi kewajiban pengawasan dan transparansi bisa berujung pada sanksi.

Prinsip transparansi dan akuntabilitas harus diutamakan. Setiap bisnis, termasuk startup berbasis blockchain, harus melindungi hak subjek data.

Mengenal Mekanisme Kerja WorldCoin

WorldCoin berbeda dari mata uang kripto lain. Ia menawarkan token tanpa memerlukan investasi awal, dengan tujuan menciptakan ekonomi global yang inklusif.

Untuk mendapatkan token WorldCoin, pengguna harus memindai iris mata mereka melalui perangkat Orb. Pemindaian ini bertujuan untuk memastikan setiap pengguna adalah manusia dan mencegah pendaftaran ganda.

Iris mata dipilih karena keunikannya, seperti sidik jari. Perangkat Orb menghasilkan kode identifikasi unik dari struktur iris mata, kemudian kode tersebut disimpan di blockchain WorldCoin yang terdesentralisasi.

Hasil pemindaian dianonimkan untuk mencegah pelacakan. Kode unik ini menjadi pusat perhatian di tengah perkembangan kecerdasan buatan (AI) sebagai bukti keaslian manusia.

Kesimpulannya, penghentian sementara WorldCoin di Indonesia menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi data pribadi warganya. Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan data dalam era digital yang semakin kompleks. Penerapan UU PDP diharapkan dapat memberikan kerangka hukum yang lebih kuat untuk melindungi kepentingan masyarakat Indonesia.

Exit mobile version